Showing posts with label Cewek Montok. Show all posts
Showing posts with label Cewek Montok. Show all posts

Thursday, August 30, 2012

Cerita Dewasa Ngentot Cuaca Dingin & Hujan Enaknya Ngentot

Perkenalkan, namaku Santi. Saat ini usiaku 21 tahun. Aku sekarang berkuliah di Universitas X di Jakarta. Aku ingin menceritakan pengalamanku pertama kali mengenal sex. Sebenarnya pengalaman ini sudah lama terjadi, yaitu ketika aku masih kelas 2 SMA, tetapi aku baru berani menceritakannya sekarang. Ini adalah tulisan pertamaku, jadi maaf bila kurang baik.

Ketika aku masih bersekolah di SMA X, aku punya banyak sekali kesibukan seperti les dan belajar kelompok. Akibatnya, seringkali aku pulang malam. Aku sendiri tidak takut, karena sudah sering. Jika pulang malam, aku menggunakan jasa ojek untuk mengantarku ke rumah. Oya, aku akan menceritakan diriku terlebih dahulu. Saat itu, aku berumur 16 tahun. Kulitku sawo matang seperti kebanyakan gadis jawa, rambut lurus panjang berwarna hitam sepunggung. Bentuk fisikku biasa saja, tinggi 163 cm dengan berat 51 kg. Ukuran bra 34B. Ketika itu, aku belum tahu tentang sex sama sekali. Maklum, aku tinggal di lingkungan yang baik-baik. Kejadian yang mengubah hidupku terjadi ketika suatu hari aku pulang dari rumah temanku. Waktu itu sekitar bulan November, ketika Jakarta memasuki musim hujan. Aku pulang dari rumah teman sekitar jam 8 malam dengan menggunakan ojek. Aku selalu memilih pengemudi ojek yang tampangnya baik-baik. Pengemudi ojek yang kutumpangi kali ini sudah agak tua kira-kira 40 tahunan dan tampangnya penuh senyum. Sepanjang perjalanan dari daerah Lenteng Agung ke rumahku di Srengseng Sawah, beliau mengajakku ngobrol dengan sopan sambil melajukan motornya pelan-pelan. Namun di tengah jalan hujan mulai turun dan semakin deras. Bajuku sudah setengah basah akibat hujan dan tampaknya bapak ojek ini, sebut saja Pak Amir (aku hingga kini tidak tahu namanya), tidak membawa jas hujan.

Melihatku hampir kuyup dan kedinginan, beliau mengajakku berteduh terlebih dahulu di pos ojek terdekat. Pos itu tidak seperti gubuk-gubuk yang biasa dijadikan pos ojek dan penerangannya cukup baik. Di dalamnya terdapat dua pengemudi ojek lain yang juga menunggu hujan, sebut saja namanya Pak Doni dan Pak Budi (aku hingga kini juga tidak tahu nama mereka) yang usianya kira-kira 30 tahunan. Pak Amir memintaku masuk agak ke dalam karena hujan sudah sangat deras. Sementara itu, Pak Amir terlihat ngobrol dengan Pak Doni dan Pak Budi sambil sesekali melihat ke arahku. Agak risih juga, karena aku gadis seorang diri di sana sementara baju SMA ku yang sudah lembab terlihat agak transparan. Beberapa lama kemudian, karena hujan belum reda, Pak Doni menawarkan teh manis hangat yang tersedia di pos tersebut. Tanpa curiga aku meminumnya sementara mereka melihatku sambil tersenyum. Setelah itu, mereka mengajakku ngobrol macam-macam. Kira-kira 5 menit kemudian, aku mulai merasa agak panas. Rasanya gerah sekali bajuku, padahal masih lembab. Anehnya aku juga mulai berkeringat.
Mereka yang melihat reaksiku, berkata: “Kenapa neng, gerah ya?”
“Iya nih pak”, jawabku
“Buka saja neng bajunya”, timpal mereka lagi

Gila, yang benar saja. Aku diam saja mendengar omongan mereka, aku anggap hanya lelucon orang dewasa. Tapi beberapa saat kemudian, tangan mereka mulai nakal menggerayangi pahaku yang masih terbungkus rok abu-abu. Aku yang semakin kepanasan mencoba menepis tangan mereka.
“Ih, apa sih pak, jangan macam-macam ah”, kataku

“Ga papa dong neng, sekali-sekali, ntar neng juga doyan kok”
Sial, berani benar mereka, aku mencoba melawan dan teriak minta tolong, tetapi karena hujan sangat deras dan jalanan sepi, tidak ada yang mendengarku. Seketika itu juga, aku didorong hingga rebah di dipan pos tersebut. Tangan dan kakiku dipegangi.
Pak Amir berkata: “Neng, kalo neng diem, kita janji deh ga bakalan bikin neng kesakitan, malah kita puasin.”
Aku diam saja melihat mereka, pikiranku antara sadar dan tidak, aku merasa kepanasan seolah ikut bergairah meladeni mereka. Pak Doni dan Pak Budi mulai melepas kancing seragamku sedangkan pak Amir menyingkap rokku dan mengelus-elus pahaku. Sekarang Mereka mulai mencumbui daerah dadaku dan pahaku.
“Ahh, pak, jangan pak… saya belum pernah… ahh”
Mereka malah semakin liar menjilatinya. Pak Doni mulai menggerayangi punggungku mencari kancing bra, namun anehnya aku malah ikut mengangkat punggungku untuk membantunya.

Seketika itu juga dadaku terpampang jelas di depan mereka, menjulang keluar seperti bukit, dengan puting warna coklat muda. Pak Doni dan Pak Budi kemudian menghisap putingku perlahan, membuat putingku makin tegak berdiri dengan keras. Jilatan Pak Amir semakin nakal di CD ku, kadang-kadang menyelinap ke balik CD ku yang sudah basah membuatku semakin kepanasan.
“ahh… Pak… Ouch…”

kataku makin tak jelas, sementara Pak Amir mulai menarik CD ku. Aku mengangkat pantatku untuk membantunya.
“Wah, cantik banget neng, memeknya. Masih perawan ya”, begitu kata beliau ketika melihat memekku yang berwarna merah muda dengan bulu memek yang jarang dan tampak mengkilat karena lendir kewanitaanku, “sekarang saya bikin neng puas deh”, dan setelah itu beliau mulai menjilati daerah pribadi saya. Saat itu, saya berpikir saya sedang dikerjai, tapi justru saya menikmatinya. Ketika mereka sudah tidak menahan tangan dan kaki saya, tangan saya malah mulai ikut menekan-nekan kepala pak Doni dan Pak Budi sedangkan kaki saya menjepit kepala Pak Amir seolah ingin mendapatkan kenikmatan lebih.
“ahh… ahh… ahh”

“Pak… ahh… enakh… trus..” aku meracau terus tanpa henti
ketika pak Amir memainkan klitorisku

“Ahhh… Pak… aku mau pipis… ah…”
“Arrhhhh…” aku teriak sekencangnya ketika aku orgasme untuk pertama kalinya. Seketika itu badanku lemas tidak bisa bergerak. Sementara mereka malah keenakan menjilati memekku bergantian, menghabiskan lendir kewanitaanku yang sudah banjir di rok. Kemudian sisa bajuku dilepas semua hingga aku bugil. Mereka juga melepaskan baju mereka hingga kami berempat bugil di pos.
Waktu sudah sekitar jam 9 malam tapi hujan masih sangat deras hingga tak ada seorangpun di luar dan menyadari kejadian ini. Mereka mulai merangsangiku lagi dengan menjilatiku, kali ini Pak Amir dan Pak Budi menjilati putingku, sedangkan pak Doni menjilati liang kewanitaanku. Aku yang masih dibawah pengaruh obat perangsang kembali bergairah menerima perlakuan mereka.
“ahh… ahh…, udah ahh…”
“jangan… trusin… ahhh”
“emh.. pak… enak banget…” kataku tak karuan

Pak Doni menjawab, “Memekmu juga enak say”
“ahh… ahh” aku menggelinjang menerima perlakuan mereka, sekarang adegan yang seharusnya pemerkosaan sudah berubah menjadi adegan sex yang kuinginkan lebih.
“ahhh… pak aku mau keluar…”
Kali ini ketika mereka tahu aku mau orgasme, mereka berhenti merangsangku. Aku yang sudah sangat horny sedikit kecewa waktu itu, tapi Pak Doni malah rebah di sampingku dan kedua pengojek lain menuntunku ke atas tubuh Pak Doni. Ketika bibir memekku tersentuh kepala kontol Pak Doni, aku merasa sangat terangsang. Dalam keadaan terangsang berat, aku mulai memegang kontol Pak Doni yang sudah sangat besar, dan memainkannya di bibir memekku. Sesekali Pak Doni menarikku hingga kepala kontolnya masuk ke memekku. Sementara dua pengojek lainnya masih memainkan putingku dan bibirku. Aku merasa sangat kenikmatan. Kukocok kontolnya di ujung memekku, semakin lama ku dorong semakin dalam dan akhirnya..
“ahhh… ahhhh… ahhhhhhh” tembus sudah keperawananku. Pak Doni mendiamkan batang kontolnya sebentar, membiarkanku beradaptasi dengan benda besar di dalam kemaluanku sambil menikmati pijatan dinding memekku yang masih sangat rapat. Sesaat kemudian Pak Doni mulai menaik-turunkan badanku hingga aku mendesah keenakan. Lama kelamaan aku bisa mengocok kontolnya dengan memekku sendiri.
“Ahhh… ahhh… cplok cplok…. ehhhhhggghhh…” begitu bunyi permainan kami.

“Enak banget memekmu, say. Masih rapet” kata Pak Doni yang kemudian menarikku dan menghisap putingku.
“Hmmm ahhh… Ssshhhh enghhhhh… ahhhhh… awhhhh…” aku tak bisa berkata-kata lagi karena terlalu keenakan menikmati kontol Pak Doni. Pak Amir mengocok batang kontolnya melihat adegan kami, sedangkan Pak Budi mencoba mengeksplorasi liang pantatku. Beliau memasukkan jarinya.
“ahhh sakit pak… ahhh…” begitu kataku, ketika jari tengahnya masuk.
“Sabar neng, nanti juga enak…” kata pak Budi, kemudian malah memasukan batang kontolnya yang besar ke anusku… tentu saja rasanya sangat sakit
“arrrghh… arkk sakit pak… sudah…” tapi beliau tak peduli, kontolnya terus dimasukkan hingga dalam kemudian aku dibiarkan istirahat dalam posisi sandwich.
Setelah terbiasa, mereka berdua mengocokku, aku seperti isi sandwich, Pak Doni mengocok memekku dari bawah sedangkan Pak Budi mengocok anusku dari atas… aku teriak sejadi-jadinya antara keenakan dan kesakitan…
“arrrgghh… ahhh…ahhh…”

“Owhhh… enakkk…. trusss….. ssshshhhhhh….”
Pak Amir yang melihat adegan kami dipanggil kedua rekannya,
“Pak, jangan bengong aja, ni masih nyisa satu lobang” sambil menunjuk mulutku
Selanjutnya Pak Amir memasukkan kontolnya ke mulutku hingga aku sesak napas. Kepalaku ditariknya maju mundur hingga ke tenggorokan. Aku semakin kewalahan menghadapi nafsu binal mereka. Semakin lama aku semakin tidak sadar dengan apa yang ku perbuat.
“Ahhh.. ahh…” desahku di antara hisapan kontol Pak Amir.
“ahhkk… neng enak banget memeknya…” kata Pak Doni
“trus neng, jangan berhenti” kata Pak Amir
“Neng, bentar lagi keluar nih” kata Pak Budi
“Arrrrrhhhh…. ssshhhhh” Seluruh tubuhku terasa bergetar… kemudian aku ambruk di atas pak Doni, kukeluarkan seluruh lendir kewanitaanku hampir bersamaan dengan ketiga orang itu mengeluarkan spermanya di dalam tubuhku.

Sesaat kemudian aku tak sadarkan diri. Ketika aku sadar, aku sudah kembali berpakaian dengan kusut. Seluruh tubuhku lemas. Jam menunjukkan pukul setengah 11 malam. Memek dan anusku masih penuh dengan sperma mereka. 5 menit kemudian ketika aku sudah mampu berdiri, Pak Amir mengantarku hingga ke rumah. Orangtuaku menanyaiku tetapi aku telalu lelah sehingga aku langsung masuk kamar dan tidur. Begitulah pengalaman pertamaku melakukan hubungan sex dengan orang-orang yang hingga kini aku sendiri tidak kenal. Sampai saat ini, seringkali aku rindu disetubuhi oleh tiga orang lagi tapi aku masih tidak berani.

Cerita Dewasa Ngentot Kisah Ngentot dengan Guru Bahasa Inggris

Tahun 2011 yang lalu… Saat ini aku sekolah di salah satu SMK yang ada di tanjung pinang (kepulauan riau). Sekolahku letaknya jauh di luar kota (kira2 20 km dari kota tempat tinggalku), dan sehari-hari aku pergi menggunakan bus jemputan sekolahku, dan dari sinilah kisahku bermula…
Pada suatu siang saat di sekolahan aku dan teman-teman sedang istirahat dikantin sekolah dan sambil bercanda ria, dan saat itu pula ada guruku (berjilbab) sedang makan bersama kami, pada saat itu pula aku merasa sering di lirik oleh ibu itu (panggil saja EKA), bu eka badannya langsing cenderung agak kurus, matanya besar, mulutnya sedikit lebar dan bibirnya tipis, payudaranya kelihatan agak besar, sedangkan pantatnya padat dan seksi, bu eka adalah guru kelasku yang mengajar mata pelajaran bahasa inggris, dan dalam hal pelajarannya aku selalu di puji olehnya karena nilaiku selalu mendapat 8 (maaf bukan memuji diri sendiri!!)

Saat didalam pelajaran sedang berlangsung bu eka sering melirik nakal ke arahku dan terkadang dia sering mengeluarkan lidahnya sambil menjilati bibirnya, dan terkadang dia suka meletakkan jari tangannya di selangkangannya dan sambil meraba di daerah sekitar vaginanya. Dan terkadang saya selalu salah tingkah di buatnya (maklum masih perjaka!!!!), dan kelakuannya hanya aku saja yang tahu.
Saat istirahat tiba aku di panggil ke kantor oleh ibu itu, dan saat itu aku di suruh mengikutinya dari belakang. Jarak kami terlalu dekat sehingga saat aku berjalan terlalu cepat sampai-sampai tangan ibu eka tersentuh penisku (karena bu eka kalau berjalan sering melenggangkan tangannya) yang saat itu sedang tegang akibat tingkahnya di kalas. Namun reaksi ibu eka hanya tersenyum dan wajahnya sedikit memerah.

Sampai saat aku pulang menaiki bus jemputan kami… Aku dan temanku duduk paling belakang, sedangkan bu eka duduk di kursi deretan paling depan. Saat semua teman-temanku sudah turun semua (saat itu tinggal aku bu Eka dan supirnya) bu eka melirik nakal ke arahku, dan tiba tiba ia langsung pindah duduknya di sebelahku dia duduk paling pojok dekat dinding), dan dia menyuruhku pindah di sebelahnya, dan aku pun menanggapi ajakannya. Saat itu dia meminjan handphone ku , katanya dia mau beli hp yang mirip punyaku (nokia tipe 6600) entah alasan atau apalah… Saat dia memegang hp ku tiba-tiba hp ku berbunyi, dan deringan hp ku saat itu berbubyi desahan wanita saat di kentot. aaaahhhhh… ahhhhshhhhshshh… oooooo… oooooohhhhhh dan seterusnya ternyata temanku yang menelepon. Tanpa basa basi bu eka bilang “apa ngga ada yang lebih hot, ibu mau dong”. dengan nada berbisik. Yang membuatku nafsu. “jangan malu-malu tunjukin aja ama ibu… ” Saat itu kupasang ear phone dan langsung aku perlihatkan rekaman video porno yang ku dapat dari temanku.

Tanpa aku sadari bu eka meraba kontolku yang saat itu sedang tegang-tegangnya, dan dia terkejut, “wooow besar sekali anumu… ” Padahal aku punya ngga gede-gede amat, panjangnya 15 cm dan diameternya 2.3 cm aja yaaa standart lahhhh… Dan terjadilah percakapan antara aku dan bu eka:
Saat itu dia berbisik padaku “aku masih perawan looo… ” di iringi dengan desahan. Lalu jawabku “oh yaaa, saya juga masih perjaka bu… ” bu eka: jadi klo gitu kita pertemukan saja antara perjaka dan perawan, pasti nikmat… (tanpa basa basi lagi) lalu jawabku malu aku: “ngga ah bu , saya ngga berani!!” bu eka: “ayolah… (dengan nada memelas)” aku: “tapi di mana bu? (tanyaku!)” bu eka: “di hotel aja biar aman” aku: “tapi saya ngga punya uang bu” bu eka : “ngga apa-apa ibu yang bayarin!!!”

Dan saat tiba di kamar hotel ibu itupun langsung beraksi tanpa basa basi lagi. ia melucuti bajunya satu persatu sambil di iringi dengan desahan… yang pertama ia lepaskan adalah jilbab yang menutupi kepalanya, lalu baju, kemudian rok panjangnya. dan tibala saat ia melepaskan bh nya, yang ku lihat saat itu adalah toket ibu yang putih mulus (mungkin karena sering di tutupi kalleeee) dan putingnya yang masih merah. dan pada saat ia mau melepaskan celana dalamnya dia bertanya padaku… “mau bantuin ngga… ” lalu hanya ku jawab dengan mengangguk saja. tanpa basa basi juga, aku mulai melepaskan celana dalamnya yang berwarna putis tipis.

yang kulihat saat itu adalah jembut tipis saja, lalu aku mulai menyandarkannya di dinding kamar sambil kujilati. da n timbullah suara desahan yang membuata tegang kontolku ah… ahh… ahhhhshhhh… terruussss… ohhh… yeahhh… oooohhhhh… au… udahh dong ibu ngga tahan lagi… ooohhhh… yeah… o… o… oo… ohhhh… tanpa ku sadari ada cairan yang membasahi wajahku. cairan putih ituku hisap dan ku tumpahkan ke dalam mulutnya, ternyata bu eka suka “mau lagi donggg… ” lalu aku kembali menghisap pepek bu eka yang basah dan licin kuat-kuat… “aaahhhh… ahhh… aarrgghh… uh… uh… uh… uh… ouuu… yeah… dan di sela teriiakan kerasnya muncrat lagi cairan putih kental itu dengan lajunya crroot… crooot…
di saat dia terbaring lemas aku menindih badan bu eka dan selangkangannya ku buka lebar2, lalu ak u mencoba memasukkan kontolku ke dalam pepeknya bu eka dan yang terjadi malah ngga bisa karena sempit. saat ku tekan kepala kontolku sudah masuk setengah dan ibu itu berteriak “ahhhh… ahhhh.ahhhhh… ahhhhh… , sakitttt… ahhh… pelan-pelan dong… ” seakan tak perduli kutekan lagi. kali ini agak dalam ternyata seperti ada yang membatasi. ku tekan kuat-kuat “ahhhhhhh… aaaaaa… aaaauuuuu… , sakit… ohh… oh… ooghhhhhh… ” aku paksakan saja… akhirnya tembus juga. “ahhhhhhhhhh… aaaaahhhhhh… , sakitttttttt… ” bu eka berteriak keras sekali…

Sambil ku dorong kontontolku maju mundur pelan dan ku percepat goyanganku. “aahhhhhh… auhhhhhhhh… u.h… u.u… hh… a… u… u… hhhhh.hh.h.h. h… Dia terus menjerit kesakitan, dan sekitar 20 kali goyanganku aku terasa seperti mau keluar. Lalu aku arahkan kontolku ke mulutnya dan… croot… … crroootttt… sekitar 5 kali muncrat mulut bu eka telah di penuhi oleh spermaku yang berwarna putoh kenta (maklum udah 2 minggu ngga ngocok)
Selang beberapa menit aku baru menyadari kalau pepek bu eka mengeluarkan cairan seperti darah. Lalu ibu eka cepat-cepat ke kamar mandi. Setalah keluar dari kamar mandi bu eka langsung menyepong kontolku sambil tiduran di lantai. Ternyata walaupun perawan bu eka pandai sekali berpose. Lalu ku pegang pinggul bu eka dan mengarahkan ke posisi menungging. Lalu aku arahkan kontolku ke pepek bu eka, lalu ku genjot lagi… ohhh… oh… o… h.h.h.h.hh… h.hhhhh… h… hhhhhhh… hhhhh… yeahhhhh oouu… yesssss… ooohhhhh… yeahhhhh… saat aku sudah mulai bosan ku cabut kontolku lalu ku arah kan ke buritnya “sakit ngga… ” laluku jawab “paling dikit bu… ” aku mencoba memasukkan tetapi ngga bisa karena terlalu sempit lalu bu eka berkakta “ngga apa-apa kok kan masih ada pepekku mau lagi nggaaaa… ” laluku kentot lagi pepeknya tapisekarang beda waktu aku memeasukkan kontolku ke dalam, baru sedikit saja sudah di telan oleh pepeknya. Ternyata pepek bu eka mirip dengan lumpur hidup. aku mengarahkan kontolku lagi ahhh… ahhh… ahhh… ahh… oooouuuhh… yeah… ou… ou… ohhhhhh… dan saat sekitar 15 kali goyangan ku bu eka melepaskan kontolku “aku mau keluar… ” lalu ku jawab “aku juga bu… , kita keluarin di dalem aja buu… ” “iya deeh jawabnya… ” lalu kumasukkan lagi kontol ku kali ini aku menusukknya kuatkuat. aaahhhh… ahhhh… aaaahhhhhh. ooooouuuuuuhhh… saat teriakan panjang itu aku menyemprotkan spermaku ke dalam pepeknya crroooot… crootttt… aku mendengar kata-katanya “nikmat sekali… ” Dan aku pun tidur sampai pagi dengan menancapkan kontolku di dalam pepeknya dengan posisi berhadapan ke samping…

Cerita Dewasa Ngentot Tante Suka Ngajak Ngentot di Dapur

Disini saya akan mengulas sedikit mengenai pengalaman pribadi saya sendiri, dan hal ini masih menghantui saya sampai cerita ini saya muat. Okey deh, saya perkenalkan diri dulu. Nama saya Bojach, atau biasa dipanggil Jach, tinggi badan 180 cm dengan kulit putih bersih, maklum peranakan atau istilahnya indo. Latar belakang keluarga saya adalah dari keluarga miskin, dimana saya sebagai anak sulung yang dapat dikatakan lain dari adik-adik saya.

Sebenarnya ayah saya asli orang Indonesia dan ibu juga, tapi dari cerita yang saya dapatkan dari kelurga, bahwa ibu saya pernah kerja di USA atau di Houston sebagai pembantu rumah tangga. Waktu itu ada pamilik yang tinggal di Huston memerlukan seorang pembantu untuk mengurusi anaknya. Pendek cerita ibu saya sudah 2 tahun di Huston mendapat masalah, dimana dia pernah diperkosa sama orang Bule di sana, dan karena sudah trauma dengan kejadian yang menimpanya, maka dia minta pulang ke Indonesia.

Sesampainya di Indonesia dia langsung mendapatkan jodoh, yaitu ayah saya sekarang, dan ternyata ibu saya telah hamil dengan orang Bule yang pernah memperkosanya. Itulah pendek cerita mengenai latar belakang saya, kenapa saya jadi keturunan indo.
Okey sorry terlalu panjang pendahuluannya, kita langsung saja ke ceritanya. Kejadian ini bermula dimana saya memiliki pacar yang sangat cemburu dan sayang sama saya, maka saya dianjurkan mengontrak rumah di rumah tantenya yang tentunya berdekatan dengan rumahnya. Saya bekerja di salah satu perusahaan Asing yang berkecimpung di Akuntan Public yang terkenal dan ternama, maka saya mendapatkan uang yang secukupnya untuk membiayai adik saya 5 orang yang sedang kuliah di Jakarta. Dan untung saja 3 orang masuk UI dan 2 orang masuk IPB, maka dengan mudah saya bayar uang semesterannya. Sedangkan saya sendiri hanya membutuhkan uang makan dan ongkos, dimana saya tinggal di kawasan Bogor yang terkenal dengan hujannya.
Setelah dua tahun saya mengontrak di rumah yang sampai sekarang juga masih saya tempati, terjadilah kejadian ini. Dimana waktu itu kelima adik saya pulang kampung karena liburan panjang ke Kalimantan, sedangkan saya yang kerja tidak dapat pulang kampung dengan mereka, maka tinggallah saya seorang diri di Jakarta. Waktu itu tepat hari Sabtu, dimana Om Boyke atau suami Tante Linda ini biasanya kerja pada hari Sabtu, maklum dia adalah pegawai swasta dan sering juga ke lapangan dimana dia bekerja di perminyakan di lepas pantai. Jadi waktu itu Om Boyke ke lapangan dan tinggallah Tante Linda sendirian di rumah.
Tante Linda telah menikah, tetapi sudah lama tidak mendapatkan anak hampir sudah 8 tahun, dan hal itu menjadi pertanyaan siapa yang salah, Tante Linda apa Om Boyke. Okey waktu itu tepatnya malam Sabtu hujan di Bogor begitu derasnya yang dapat menggoda diri untuk bermalas-malas. Secara otomatis saya langsung masuk kamar tidur dan langsung tergeletak.

Tiba-tiba Tante Linda memanggil, “Jach.. Jach.. Jach.. tolong dong..!”
Saya menyahut panggilannya, “Ada apaan Tante..?”
“Ini lho.. rumah Tante bocor, tolong dong diperbaiki..!”
Lalu saya ambil inisiatif mencarikan plastik untuk dipakai sementara supaya hujannya tidak terlalu deras masuk rumah. 10 menitan saya mengerjakannya, setelah itu telah teratasi kebocoran rumah Tante Linda.Kemudian saya merapikan pakaian saya dan sambil duduk di kursi ruang makan.
Terus Tante Linda menawarkan saya minum kopi, “Nih.., biar hangat..!”
Karena saya basah kuyup semua waktu memperbaiki atap rumahnya yang bocor.
Saya jawab, “Okelah boleh juga, tapi saya ganti baju dulu ke rumah..” sambil saya melangkah ke rumah samping.
Saya mengontrak rumah petak Tante Linda persis di samping rumahnya.


Tidak berapa lama saya kembali ke rumah Tante Linda dengan mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Sejenak saya terhenyak menyaksikan pemandangan di depan mata, rupanya disaat saya pergi mandi dan ganti baju tadi, Tante Linda juga rupanya mandi dan telah ganti baju tidur yang seksi dan sangat menggiurkan. Tapi saya berusaha membuang pikiran kotor dari otak saya. Tante Linda menawarkan saya duduk sambil melangkah ke dapur mengambilkan kopi kesenangan saya. Selang beberapa lama, Tante Linda sudah kembali dengan secngkir kopi di tangannya.
Sewaktu Tante Linda meletakkan gelas ke meja persis di depan saya, tidak sengaja terlihat belahan buah dada yang begitu sangat menggiurkan, dan dapat merangsang saya seketika. Entah setan apa yang telah hinggap pada diri saya. Untuk menghindarkan yang tidak-tidak, maka dengan cepat saya berusaha secepat mungkin membuang jauh-jauh pikiran kotor yang sedang melanda diri saya.
Tante Linda memulai pembicaraan, “Giman Jach..? Udah hilang dinginnya, sorry ya kamu udah saya reporin beresin genteng Tante.”
“Ah.. nggak apa-apa lagi Tante, namanya juga tetangga, apalagi saya kan ngontrak di rumah Tante, dan kebetulan Om tidak ada jadi apa salahnya menolong orang yang memerlukan pertolongan kita.” kata saya mencoba memberikan penjelasan.
“Omong-omong Jach, adik-adik kamu pada kemana semua..? Biasanya kan udah pada pulag kuliah jam segini,”
“Rupanya Tante Linda tidak tau ya, kan tadi siang khan udah pada berangkat ke Kalimantan berlibur 2 bulan di sana.”
“Oh.. jadi kamu sendiri dong di rumah..?”
“Iya Tante..” jawab saya dengan santai.



Terus saya tanya, “Tante juga sendiri ya..? Biasanya ada si Mbok.., dimana Tante?”
“Itu dia Jach, dia tadi sore minta pulang ke Bandung lihat cucunya baru lahir, jadi dia minta ijin 1 minggu. Kebetulan Om kamu tidak di rumah, jadi tidak terlalu repot. Saya kasih aja dia pulang ke rumah anaknya di Bandung.” jelasnya.
Saya lihat jam dinding menunjukkan sudah jam 23.00 wib malam, tapi rasa ngantuk belum juga ada. Saya lihat Tante Linda sudah mulai menguap, tapi saya tidak hiraukan karena kebetulan Film di televisi pada saat itu lagi seru, dan tumben-tumbennya malam Sabtu enak siarannya, biasanya juga tidak. Tante Linda tidak kedengaran lagi suaranya, dan rupanya dia sudah ketiduran di sofa dengan kondisi pada saat itu dia tepat satu sofa dengan saya persis di samping saya.
Sudah setengah jam lebih kurang Tante Linda ketiduran, waktu itu sudah menunjukkan pukul 23.35.
“Aduh gimana ini, saya mau pulang tapi Tante Linda sedang ketiduran, mau pamitan gimana ya..?” kata saya dalam hati.
Tiba-tiba saya melihat pemandangan yang tidak pernah saya lihat. Dimana Tante Linda dengan posisi mengangkat kaki ke sofa sebelah dan agak selonjoran sedang ketiduran, dengan otomatis dasternya tersikap dan terlihat warna celananya yang krem dengan godaan yang ada di depan mata. Hal ini membuat iman saya sedikit goyang, tapi biar begitu saya tetap berusaha menenangkan pikiran saya.
Akhirnya, dari pada saya semakin lama disini semaking tidak terkendali, lebih baik saya bangunkan Tante Linda biar saya permisi pulang. Akhirnya saya beranikan diri untuk membangunkan Tante Linda untuk pulang. Dengan sedikit grogi saya pegang pundaknya.
“Tan.. Tan..”

Dengan bermalas-malas Tante Linda mulai terbangun. Karena saya dengan posisi duduk persis di sampingnya, otomatis Tante Linda menyandar ke bahu saya. Dengan perasaan yang sangat kikuk, tidak ada lagi yang dapat saya lakukan. Dengan usaha sekali lagi saya bangunkan Tante Linda.
“Tan.. Tan..”

Walaupun sudah dengan mengelus tangannya, Tante Linda bukannya bangun, bahkan sekarang tangannya tepat di atas paha saya.
“Aduh gimana ini..?” gumam saya dalam hati, “Gimana nantinya ini..?”
Entah setan apa yang telah hinggap, akhirnya tanpa disadari saya sudah berani membelai rambutnya dan mengelus bahunya. Belum puas dengan bahunya, dengan sedikit hati-hati saya elus badannya dari belakang dengan sedikit menyenggol buah dadanya. Aduh.., adik saya langsung lancang depan. Dengan tegangan tinggi, nafsu sudah kepalang naik, dan dengan sedikit keberanian yang tinggi, saya dekatkan bibir saya ke bibirnya. Tercium sejenak bau harum mulutnya.
Pelan-pelan saya tempelkan dengan gemetaran bibir saya, tapi anehnya Tante Linda tidak bereaksi apa-apa, entah menolak atau menerima. Dengan sedikit keberanian lagi, saya julurkan lidah ke dalam mulutnya. Dengan sedikit mendesah, Tante Linda mengagetkan saya. Dia terbangun, tapi entah kenapa bukannya saya ketakutan malah keluar pujian.

“Tante Linda cantik udah ngantuk ya..? Mmuahh..!” saya kecup bibirnya dengan lembut.
Tanpa saya sadari, saya sudah memegang buah dadanya pada ciuman ketiga.
Tante Linda membalas ciuman saya dengan lembut. Dia sudah pakar soal bagaimana cara ciuman yang nikmat, yaitu dengan merangkul leher saya dia menciumi langit-langit mulut saya. 10 menit kami saling berciuman, dan sekarang saya sudah mengelus-elus buah dadanya yang sekal.
“Ahk.. ahk..!” dengan sedikit tergesa-gesa Tante Linda sudah menarik celana saya yang tanpa celana dalam, dan dengan cepat dia menciumi kepala penis saya.
“Ahkk.. ah..!” nikmatnya tidak tergambarkan, “Ahkk..!”
Saya pun tidak mau kalah, saya singkapkan dasternya yang tipis ke atas. Alangkah terkejutnya saya, rupanya Tante Linda sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik dasternya. Dengan agak agresif saya ciumi gunung vaginanya, terus mencari klistorisnya.
“Akh.. akh.. hus..!” desahnya.

Tante Linda sudah terangsang, terlihat dari vaginanya yang membasah. Saya harus membangkitkan nafsu saya lebih tinggi lagi.
30 menit sudah kami pemanasan, dan sekarang kami sudah berbugil ria tanpa sehelai benang pun yang lengket di badan kami. Tanpa saya perintah, Tante Linda merenggangkan pahanya lebar-lebar, dan langsung saya ambil posisi berjongkok tepat dekat kemaluannya. Dengan sedikit gemetaran, saya arahkan batang kemaluan saya dengan mengelus-elus di bibir vaginanya.
“Akh.. huss.. ahk..!” sedikit demi sedikit sudah masuk kepala penis saya.
“Akh.. akh..!” dengan sedikit dorongan, “Bless.. ss..!” masuk semuanya batang kejantanan saya.
Setelah saya diamkan semenit, secara langsung Tante Linda menggoyang-goyang pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Tanpa diperintah lagi, saya maju-mundurkan batang kemaluan saya.
“Akh.. uh.. terus Sayang.., kenapa tidak dari dulu kamu puasin Tante..? Akh.. blesset.. plup.. kcok.. ckock.. plup.. blesset.. akh.. aduh Tante mau keluar nih..!”
“Tunggu Tante, saya juga udah mau datang..!”

Dengan sedikit hentakan, saya maju-mundurkan kembali batang kemaluan saya.
Sudah 15 menit kami saling berlomba ke bukit kenikmatan, kepala penis saya sudah mulai terasa gatal, dan Tante Linda teriak, “Akh..!”
Bersamaan kami meledak, “Crot.. crot.. crot..!” begitu banyak mani saya muncrat di dalam kandungannya.
Badan saya langsung lemas, kami terkulai di karpet ruang tamu.
Tante Linda kemudian mengajak saya ke kamar tamu. Sesampainya disana Tante Linda langsung mengemut batang kemaluan saya, entah kenapa penis saya belum mati dari tegangnya sehabis mencapai klimaks tadi. Langsung Tante Linda mengakanginya, mengarahkan kepala penis saya ke bibir vaginanya.
“Akh.. huss..!” seperti kepedasan Tante Linda dengan liarnya menggoyang-goyangkan pinggulnya.
“Blesset.. crup.. crup.. clup.. clopp..!” suara kemaluannya ketika dimasuki berulang-ulang dengan penis saya.
30 menit kami saling mengadu, entah sudah berapa kali Tante Linda orgasme. Tiba saatnya lahar panas mau keluar.
“Crot.., crot..!” meskipun sudah memuncratkan lahar panas, tidak lepas-lepasnya Tante Linda masih menggoyang pantatnya dengan teriakan kencang, “Akh..!”
Kemudian Tante tertidur di dada saya, kami menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan batang kejantanan saya masih berada di dalam vaginanya dengan posisi miring karena pegal. Dengan posisi dia di atas, seakan-akan Tante Linda tidak mau melepaskan penis saya dari dalam vaginanya. Begitulah malam itu kami habiskan sampai 3 kali bersetubuh.

Jam 5 pagi saya ngumpat-umpat masuk ke rumah saya di sebelah, dan tertidur akibat kelelahan satu malam kerja berat. Begitulah kami melakukan hampir setiap malam sampai Om itu pulang dari kerjanya. Dan sepulangnya adik saya dari Kalimantan, kami tidak dapat lagi dengan leluasa bercinta. cerita seru ngentot hanya di ceritaserudewasa.info Begitulah kami hanya melakukan satu kali. Dalam dua hari itu pun kami lakukan dengan menyelinap ke dapurnya. Kebetulan dapurnya yang ada jendela itu berketepatan dengan kamar mandi kami di rumah sebelahnya.
3 bulan kemudian Tante Linda hamil dan sangat senang. Semua keluarganya memestakan anak yang mereka tunggu-tunggu 8 1/2 tahun. Tapi entah kenapa, Tante Linda tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai kadungannya, dan kami masih melakukan kebutuhan kami.

Wednesday, August 29, 2012

Cerita Dewasa Ngentot Tante Linda Pingin Dibelai dan Dikentot

Pada hari minggu, aku jalan-jalan ke pusat pertokoan di Jln. Sumatera. Rencananya sih, aku mau membeli keperluan sehari-hari, kebetulan saat itu aku ada sedikit uang. Sesampainya di pertokoan, tatkala aku sedang melihat-lihat makanan ringan, tiba-tiba aku ditabrak oleh seorang wanita cantik yang usianya kira-kira 35 tahun, sehingga barang-barang yang berada di tanganku jatuh semua, lalu si wanita itu minta maaf kepadaku. Aku hanya tersenyum karena menurutku nggak masalah karena yang menabrakku adalah wanita cantik dan seksi. Lalu aku jongkok untuk mengambil barang-barangku yang jatuh tadi tapi si wanita itu jongkok juga sehingga kepala kami saling berbenturan tanpa disengaja. Sekarang giliranku yang minta maaf tapi wanita tersebut hanya tersenyum saja.

"Sendirian Bu?" tanyaku.
Si ibu menjawab, "Sebenarnya berdua, tapi teman saya lagi ke toilet dulu."
"Borong nih?" tanyaku lagi.
Dengan tersenyum si wanita tadi menjawab, "Ahh, nggak juga."
Kemudian si wanita tadi bertanya lagi, "Di mana Adik tinggal?"
"Setiabudi", jawabku dengan singkat tapi pandanganku terarah pada wajah wanita tadi.
"Oh kebetulan kita sama-sama satu arah, saya juga tinggal di Lembang, bagaimana kalau kita sama-sama pulangnya nanti?" tanya wanita tersebut.
Saya diam saja namun dalam hati ada juga rasa senang diajak oleh wanita cantik. Tanpa diduga wanita itu membawa barang-barangku ke kasir sekalian dengan miliknya untuk dibayar. Di situ saya bertemu dengan temannya yang ke toilet tadi, yang ternyata bernama Ririn, usianya sekitar 5 tahun lebih muda dari si ibu tadi. "Sudah Jeng?", tanya Ririn ke pada ibu tadi. "Oh, sudah hanya sedikit kok." Lalu kami pergi ke basement untuk pulang.

Singkat cerita kami sudah dalam perjalanan pulang, ngobrol di mobil dari kenalan sampai dengan masalah yang sangat pribadi. Ternyata si ibu tersebut bernama Lela, mereka dari kalangan Borju yang suaminya bekerja sebagai pengusaha yang jarang pulang ke rumah. Hari itu kurasakan sangat indah di dalam mobil mewah bersama dua orang wanita cantik, apalagi Ririn yang memakai rok mini dan baju transparan, sehingga BH dan pahanya jelas terlihat. Lela sambil menyetir terus berusaha menggodaku. Tanya pacar segala. Tak terasa aku hampir sampai di Setiabudi tapi Ririn yang berada di sampingku mencegah.
"Jangan Dik, lebih baik main dulu ke villa kami di Lembang", ajaknya, "Ntar pulangnya diantar lagi."
Lela pun ikut nimbrung, "Iya Dik, kebetulan di rumah sepi dan juga kami butuh teman untuk ngobrol."

Ririn yang mengenakan rok mini selalu bikin aku ngiler apalagi dia sengaja menaikkan rok mininya sehingga pahanya yang putih mulus terlihat jelas. Aroma wewangian yang dipakai oleh Ririn semakin menambah indahnya suasana. "Dik, ngantuk nggak?" tanya Ririn. Terus dia mengalihkan pertanyaannya. "Kalau ngantuk tidur aja di sini", sambil membuka lebar pahanya sehingga terlihat jelas bagian yang sangat disukai oleh pria. Belum lagi aku menjawab dia sudah menarik kepalaku ke pahanya. Aku tak kuasa menolaknya lagi pula aku senang, untung kaca mobilnya gelap sehingga hanya Lela dan aku yang mengetahui apa yang diperbuat oleh Ririn kepadaku. "Dik kok kamu diam saja?". Aku pura-pura bego padahal aku sudah mengerti, "What the hell she wanted."

Kemudian dia menyuruhku untuk mengerjai bagian vitalnya, dan kuturuti saja kemauannya. Dia kini duduknya sudah tidak karuan seperti orang ambeyen saja. Tiada keraguan lagi di dalam benakku untuk mengerjainya. Pertama-tama kuraih kedua payudaranya yang sebesar buah mangga, lalu kuremas dengan mesra dan dilanjutkan dengan meraba pahanya yang mulus sehingga dia terengah-engah. Tidak puas dengan meraba, maka kulanjutkan dengan menjilat bagian pahanya. Jilatanku semakin panjang saja mulai dari lutut sampai ke paha lalu ke arah "bukit surganya" yang masih terbungkus celana dalamnya. Tanpa perintah, langsung kulepaskan celana dalamnya dan kini terlihat bukit kemaluannya yang berwarna merah muda yang dikelilingi oleh rambut yang tidak begitu lebat. Kerongkonganku tiba-tiba kering tatkala melihat pemandangan yang begitu indah. Ririn merebahkan tubuhnya sambil membuka pahanya lebar-lebar di atas jok. Tanpa buang waktu lagi kulanjutkan permainan setan ini. Kujilati, kuciumi sambil kumasukkan telunjukku ke lubang senggamanya. Ririn menggeliat-geliat bagaikan cacing kepanasan sambil menjambak rambutku dan mendesakkan wajahku ke arah alat vitalnya. Lela hanya melihat perbuatan kami berdua sambil bersiul menirukan suara musik dari tape mobil seakan tidak mempedulikanku yang bercumbu dengan Ririn, ntar juga dia kebagian.

Sambil terus menjilat, mencium, menyedot sambil kumasukkan jariku. Ririn pun seperti orang kesurupan, menggeliat ke sana sini. Oh, indah sekali hari ini. Sekarang kugunakan telunjukku untuk mengutak-atik onderdil yang ada di dalam liang senggamanya dan ibu jariku kutekan-tekan ke klitorisnya. Lalu jilatan-jilatan kuarahkan ke sekitar belahan-belahan memeknya. Cara ini semakin membuat dia tersiksa kegelian tapi membawa kenikmatan yang luar biasa. Rasa bau amis, mual dan asin bersatu dalam kenikmatan. Aku memainkan dan menjilati liang senggama Ririn yang indah itu.

Hampir 20 menit aku bermain di daerah kemaluan Ririn. "Udah dulu Dik, Aku sudah tidak kuat.." Kemudian Ririn bangkit dan memintaku supaya mengeluarkan batang kejantananku. Dengan susah payah kukeluarkan milikku dan akhirnya keluar. Kemaluanku yang sudah ereksi sejak pertama naik mobil dipegang dengan mesra oleh Ririn, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya, sambil menjilati. "Oh, nikmat benget Mbak.. terus Mbak.. oughh.." itulah kata-kata yang keluar dari mulutku. Ririn yang sedang kesetanan terus-menerus memainkan senjataku yang berkepala botak itu. Lendir yang keluar dari lubang pipisku pun terus dia jilati. Enak sekail, tapi kalau aku konsentrasi ke sini terus lama-kelamaan aku bisa keluar, maka kualihkan perhatianku pada persoalan yang lain.

Hampir 20 menit Ririn bermain dengan kemaluanku dan tak terasa kami sudah sampai di villa milik Lela yang mewah. Ririn merapikan rok dan rambutnya yang acak-acakan tapi celana dalamnya di masukkan ke dalam tas. Gerbang terbuka secara otomatis lalu mobil masuk ke garasi, kami pun keluar dari mobil dan masuk ke villanya. Ririn terus saja memelukku dari belakang sambil menjilati leherku, kemudian Ririn membawaku ke kamar Lela yang luas. Di dalam kamar tersebut, Ririn langsung membuka seluruh pakaiannya. Begitu pula aku membuka seluruh pakaianku. Ririn pun kini merebahkan tubuhnya yang telah polos tanpa selembar benang pun di atas kasur yang empuk lalu dia menginginkan agar posisiku di atas tubuhnya, dimana dia akan mengerjai alat vitalku begitu juga sebaliknya. Kemudian kami pun beraksi. Yess, nikmat.. enak.. oughh.." itulah kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua diserta desisan.

Tak lama kemudian Lela pun masuk sambil membawa segelas air susu, segelas kuning telur bebek yang entah berapa jumlahnya dan dua botol kratingdaeng. "Minum dulu Dik", kata Lela, "Lalu kita lanjutkan." Kemudian aku mengambil segelas air susu, setelah itu gelas yang berisi kuning telur bebek setelah habis baru satu botol kratingdaeng. Walaupun perut ini sudah penuh tapi demi lancarnya daya dobrakku, ya kupaksakan karena ini untuk kepuasan kita bertiga. Kemudian Lela memujiku, "Wah, kamu mirip dengan aktor film x kesukaan Tante.. pasti kamu mainnya juga hebat.."

Tante Lela yang berparas ayu, bibir agak tebal dan mata sayu memandangiku dari wajah sampai ke arah kemaluanku. Lalu kuraih kepalanya dan kuarahkan ke wajahku. Lalu bibir kami saling berpagutan. Aku yang duduk telanjang di tepi ranjang sedangkan Tante Lela berdiri. Ririn yang sudah telanjang di belakangku tidak tinggal diam. Dia menghampiri burungku. Okh, desahanku pun terdengar sambil bibir Tante Lela bertautan dengan bibirku. Tanganku pun bergerilya melepaskan pakaian yang dikenakan Lela. Sesudah pakaian terbuka, kutarik BH-nya dan terlihat buah dada Lela lebih besar dibandingkan dengan milik Ririn. Ririn kini sedang melumat kejantananku sementara tangan kanannya meremas-remas biji pelirku dan tangan kirinya memegang celana dalamku. Benar-benar pengalaman yang fantastik bisa bercinta dengan dua wanita sekaligus.

Lela yang kini setengah telanjang meronta-ronta saat kujamah payudaranya dan meremasnya mesra. Ini benar-benar hebat, suara gemercik air ludah Ririn yang mengulum kemaluanku dan desahan Tante Lela kini mewarnai nuansa di kamar yang terhitung luas, jauh bila dibandingkan dengan kamarku. Andai aku tinggal di sini mungkin aku akan sangat berbahagia ditemani dua wanita yang cantik, binal dan haus seks. Payudara besar milik Tante Lela kuremas-remas dan yang satu kujilat, kulum dan kusedot-sedot sambil tanganku berusaha melepaskan celana jeans Tante Lela yang ketat. Akhirnya Lela membuka celana jeans-nya sendiri sedangkan celana dalamnya saya lepas dengan menggunakan gigiku. Woww, indah sekali barang milik Lela. Lela meronta-ronta. Tanganku mulai nakal bersamaan lidah, tanganku pun ingin bermain dengan memek Ririn. Desah Lela pun terdengar begitu memburu. Sementara itu Ririn pun masih sibuk bermain dengan kejantananku. Rupanya Ririn pun sudah tak tahan ingin suatu proses pengakhiran. "Ganti posisi dong.." bisik Lela sambil naik ke atas ranjang.

"Woww, Dik masukin dong.. udah nggak kuat nich.. pengin ngerasain punyamu.." desah Ririn tertahan sambil membimbing batang kemaluanku menuju liang senggamanya. Sementara itu Lela pun tidak ketinggalan, dia mengangkangkan pantatnya kemudian dia dekatkan pada wajahku. Wow, sungguh pemandangan yang indah tatkala liang senggama Lela tepat berada di wajahku. Kesempatan ini tidak kusia-siakan, kujilat mesra liang senggama Lela yang membuat Lela menggelinjang tanpa ampun. Tak lama kemudian Ririn pun mengikuti langkah Lela, mengarahkan lubang senggamanya ke wajahku. Aku berada di bawah dua cewek yang haus seks. Ririn terlihat merem-melek, tatkala Lela mengangkat pantatnya untuk berubah arah. Dia yang tadi membelakangi Ririn, kini mereka saling berhadapan. Kemudian Lela pun menurunkan pantatnya ke arah wajahku, memeknya seakan tersenyum kepadaku. Desisnya pun terdengar, "Woww, indah sekali.. nikmat.. enak.."

Dengan tenaga yang masih tersisa saya menawarkan pada Ririn supaya berganti posisi. Lima menit kemudian Ririn dengan tenaga sisa berusaha bangkit lagi kemudian dia menggoyangkan pinggulnya, kini Lela dan Ririn saling berhadapan di atas tubuhku yang di banjiri peluh, lalu mereka saling berpelukan dan saling menjulurkan lidah masing-masing. Mereka ternyata kalangan biseks tapi tidak masalah bagiku, ini merupakan pengalaman baru bagiku. Ririn kini menggeliat dan seluruh tubuhnya kejang-kejang pertanda Ririn akan mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya dan dia pun berbaring di samping kiriku.

"Sekarang bagianmu Lel.. kamu maunya posisi yang gimana..?" bisikku mesra. Rupanya Lela menginginkan posisi doggy style. Sambil mengangkat kaki kirinya, kupandangi liang senggama Lela. Kupermainkan dulu liang kewanitaannya dengan jariku. "Ooukh.." desahannya pun terdengar dan aku senang pertanda di sedang dalam keadaan siap tempur. Lela yang kini menungging semakin membuatku tak sabar, kemudian kuarahkan batang kejantananku ke liang senggama Lela. dan.., "Bless.." tanpa halangan yang berarti kejantananku menembus liang kemaluan Lela. Sambil menyentakkan pantatku, kumainkan jariku di lubang pantatnya. Lela mengeliat-geliat, rupanya letak kelemahannya terdapat pada lubang yang mirip sumur itu. Ririn yang terkulai lemas hanya senyum-senyum saja, dia mengakui bahwa aku yang terbaik dari lawan-lawan yang pernah dia pakai.

Hampir 30 menit kukerjai milik Lela, rupanya Lela pun sudah merasakan jenuh dengan permainan ini, dan sekarang dia memintaku untuk memasukkan kajantanaku ke lubang pantatnya. Lalu kuarahkan rudalku ke arah anusnya tapi sebelumnya kujilati dulu untuk melicinkan jalannya penetrasiku. Pertama belum berhasil, kemudian aku meminta bantuan Ririn yang sedang terkapar di sampingku untuk melumasi rudal yang belum berhasil mendobrak lubang pantat Lela. Ririn pun melakukannya, dia melumat rudalku dengan lidahnya, kemudian dia mengulum dan menjilati batanganku sampai terlihat licin lalu kucoba melakukan penetrasi lagi, kutekan pantatku. 1.. 2.. 3.. akhirnya aku berhasil menerobos lubang sumur Lela. Lela pun merem-melek bagaikan anak yang sedang mengorek kupingnya dengan bulu ayam, ini benar-benar luar biasa. Untung aku jalan-jalan kalau tidak, mungkin yah takkan pernah merasakan gimana asyiknya bermain dengan dua wanita sekaligus.

Hampir 24 menit kami melakukan anal seks, sampai akhirnya kami berada pada puncaknya dan setelah itu kami pun tak berdaya. Aku dan Lela terkapar lemas setelah menyemprotkan cairan nikmatku yang sangat banyak ke lubang pantat Lela. Aku pun tertidur sambil memeluk kedua wanita setengah baya tersebut.

Cerita Dewasa Ngentot Bu RT Tukang Selingkuh

Namaku Faridha. Orang biasa memanggilku dengan Ridha saja. Aku lahir tahun 1975 di sebuah kota terkenal dengan julukannya, yaitu kota hujan. Aku telah menikah dengan seorang pria keturunan Jawa bernama Mas Hadi. Kami dikarunai seorang anak laki-laki yang kulahirkan di akhir tahun 1999. Oh.. iya, aku menikah dengan Mas Hadi pada tahun 1998, bulan April.

Kehidupan kami biasa saja, dari segi ekonomi sampai hubungan suami istri. Aku dan suamiku cukup menikmati kehidupan ini. Suamiku yang kalem dan sedikit pendiam adalah seorang pegawai swasta di kotaku ini. Penghasilan sebulannya cukup untuk menghidupi kami bertiga. Namun kami belum begitu puas. Walau bagaimana kami harus merasakan lebih bukan hanya sekedar cukup.

Karena jabatan suamiku sudah tidak mungkin lagi naik di perusahaannya, untuk menambah penghasilan kami, aku meminta ijin kepada Mas Hadi untuk bekerja, mengingat pendidikanku sebagai seorang Accounting sama sekali tidak kumanfatkan semenjak aku menikah. Pada dasarnya suamiku itu selalu menuruti keinginanku, maka tanpa banyak bicara dia mengijinkan aku bekerja, walaupun aku sendiri belum tahu bekerja di mana, dan perusahaan mana yang akan menerimaku sebagai seorang Accounting, karena aku sudah berkeluarga.

“Bukankah kamu punya teman yang anak seorang Direktur di sini?” kata suamiku di suatu malam setelah kami melakukan hubungan badan.
“Iya… si Yanthi, teman kuliah Ridha..!” kataku.
“Coba deh, kamu hubungi dia besok. Kali saja dia mau menolong kamu..!” katanya lagi.
“Tapi, benar nih.. Mas.. kamu ijinkan saya bekerja..?”
Mas Hadi mengangguk mesra sambil menatapku kembali.

Sambil tersenyum, perlahan dia dekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku.
“Terimakasih.. Mas.., mmhh..!” kusambut ciuman mesranya.
Dan beberapa lama kemudian kami pun mulai terangsang lagi, dan melanjutkan persetubuhan suami istri untuk babak yang ketiga. Kenikmatan demi kenikmatan kami raih. Hingga kami lelah dan tanpa sadar kami pun terlelap menuju alam mimpi kami masing-masing.

Perlu kuceritakan di sini bahwa Rendy, anak kami tidak bersama kami. Dia kutitipkan ke nenek dan kakeknya yang berada di lain daerah, walaupun masih satu kota. Kedua orangtuaku sangat menyayangi cucunya ini, karena anakku adalah satu-satunya cucu laki-laki mereka.

Siang itu ketika aku terbangun dari mimpiku, aku tidak mendapatkan suamiku tidur di sisiku. Aku menengok jam dinding. Rupanya suamiku sudah berangkat kerja karena jam dinding itu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku teringat akan percakapan kami semalam. Maka sambil mengenakan pakaian tidurku (tanpa BH dan celana dalam), aku beranjak dari tempat tidur berjalan menuju ruang tamu rumahku, mengangkat telpon yang ada di meja dan memutar nomor telpon Yanti, temanku itu.

“Hallo… ini Yanti..!” kataku membuka pembicaraan saat kudengar telpon yang kuhubungi terangkat.
“Iya.., siapa nih..?” tanya Yanti.
“Ini.. aku Ridha..!”
“Oh Ridha.., ada apa..?” tanyanya lagi.
“Boleh nggak sekarang aku ke rumahmu, aku kangen sama kamu nih..!” kataku.
“Silakan.., kebetulan aku libur hari ini..!” jawab Yanti.
“Oke deh.., nanti sebelum makan siang aku ke rumahmu. Masak yang enak ya, biar aku bisa makan di sana..!” kataku sambil sedikit tertawa.
“Sialan luh. Oke deh.., cepetan ke sini.., ditunggu loh..!”
“Oke.., sampai ketemu yaa.. daah..!” kataku sambil menutup gagang telpon itu.

Setelah menelepon Yanti, aku berjalan menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu aku melepas pakaianku semuanya dan langsung membersihkan tubuhku. Namun sebelumnya aku bermasturbasi sejenak dengan memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri sambil pikiranku menerawang mengingat kejadian-kejadian yang semalam baru kualami. Membayangkan penis suamiku walau tidak begitu besar namun mampu memberikan kepuasan padaku. Dan ini merupakan kebiasaanku.

Walaupun aku telah bersuami, namun aku selalu menutup kenikmatan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi, karena kadang-kadang bermasturbasi lebih nikmat.

Singkat cerita, siang itu aku sudah berada di depan rumah Yanti yang besar itu. Dan Yanti menyambutku saat aku mengetuk pintunya.
“Apa khabar Rida..?” begitu katanya sambil mencium pipiku.
“Seperti yang kamu lihat sekarang ini..!” jawabku.
Setelah berbasa-basi, Yanti membimbingku masuk ke ruangan tengah dan mempersilakan aku untuk duduk.

“Sebentar ya.., kamu santailah dahulu, aku ambil minuman di belakang…” lalu Yanti meninggalkanku.
Aku segera duduk di sofanya yang empuk. Aku memperhatikan ke sekeliling ruangan ini. Bagus sekali rumahnya, beda dengan rumahku. Di setiap sudut ruang terdapat hiasan-hiasan yang indah, dan pasti mahal-mahal. Foto-foto Yanti dan suaminya terpampang di dinding-dinding. Sandi yang dahulu katanya sempat menaksir aku, yang kini adalah suami Yanti, terlihat semakin ganteng saja. Dalam pikirku berkata, menyesal juga aku acuh tak acuh terhadapnya dahulu. Coba kalau aku terima cintanya, mungkin aku yang akan menjadi istrinya.

Sambil terus memandangi foto Sandi, suaminya, terlintas pula dalam ingatanku betapa pada saat kuliah dulu lelaki keturunan Manado ini mencoba menarik perhatianku (aku, Yanti dan Sandi memang satu kampus). Sandi memang orang kaya. Dia adalah anak pejabat pemerintahan di Jakarta. Pada awalnya aku pun tertarik, namun karena aku tidak suka dengan sifatnya yang sedikit sombong, maka segala perhatiannya padaku tidak kutanggapi. Aku takut jika tidak cocok dengannya, karena aku orangnya sangat sederhana.

Lamunannku dikagetkan oleh munculnya Yanti. Sambil membawa minuman, Yanti berjalan ke arah aku duduk, menaruh dua gelas sirup dan mempersilakanku untuk minum.
“Ayo Rid, diminum dulu..!” katanya.
Aku mengambil sirup itu dan meminumnya. Beberapa teguk aku minum sampai rasa dahaga yang sejak tadi terasa hilang, aku kembali menaruh gelas itu.

“Oh iya, Mas Sandi ke mana?” tanyaku.
“Biasa… Bisnis dia,” kata Yanti sambil menaruh gelasnya. “Sebentar lagi juga pulang. Sudah kutelpon koq dia, katanya dia juga kangen sama kamu..!” ujarnya lagi.

Yanti memang sampai sekarang belum mengetahui kalau suaminya dahulu pernah naksir aku. Tapi mungkin juga Sandi sudah memberitahukannya.

“Kamu menginap yah.. di sini..!” kata Yanti.
“Akh… enggak ah, tidak enak khan..!” kataku.
“Loh… nggak enak gimana, kita kan sahabat. Sandi pun kenal kamu. Lagian aku sudah mempersiapkan kamar untukmu, dan aku pun sedang ambil cuti koq, jadi temani aku ya.., oke..!” katanya.
“Kasihan Mas Hadi nanti sendirian..!” kataku.
“Aah… Mas Hadi khan selalu menurut keinginanmu, bilang saja kamu mau menginap sehari di sini menemani aku. Apa harus aku yang bicara padanya..?”
“Oke deh kalau begitu.., aku pinjam telponmu ya..!” kataku.
“Tuh di sana…!” kata Yanti sambil menujuk ke arah telepon.

Aku segera memutar nomor telpon kantor suamiku. Dengan sedikit berbohong, aku minta ijin untuk menginap di rumah Yanti. Dan menganjurkan Mas Hadi untuk tidur di rumah orangtuaku. Seperti biasa Mas Hadi mengijinkan keinginanku. Dan setelah basa-basi dengan suamiku, segera kututup gagang telpon itu.

“Beres..!” kataku sambil kembali duduk di sofa ruang tamu.
“Nah.., gitu dong..! Ayo kutunjukkan kamarmu..!” katanya sambil membimbingku.
Di belakang Yanti aku mengikuti langkahnya. Dari belakang itu juga aku memperhatikan tubuh montoknya. Yanti tidak berubah sejak dahulu. Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang ketat melenggak-lenggok. Pinggulnya yang ramping sungguh indah, membuatku iseng mencubit pantat itu.

“Kamu masih montok saja, Yan..!” kataku sambil mencubit pantatnya.
“Aw.., akh.. kamu. Kamu juga masih seksi saja. Bisa-bisa Mas Sandi nanti naksir kamu..!” katanya sambil mencubit buah dadaku.
Kami tertawa cekikikan sampai kamar yang dipersiapkan untukku sudah di depan mataku.
“Nah ini kamarmu nanti..!” kata Yanti sambil membuka pintu kamar itu.

Besar sekali kamar itu. Indah dengan hiasan interior yang berseni tinggi. Ranjangnya yang besar dengan seprei yang terbuat dari kain beludru warna biru, menghiasi ruangan ini. Lemari pakaian berukiran ala Bali juga menghiasi kamar, sehingga aku yakin setiap tamu yang menginap di sini akan merasa betah.

Akhirnya di kamar itu sambil merebahkan diri, kami mengobrol apa saja. Dari pengalaman-pengalaman dahulu hingga kejadian kami masing-masing. Kami saling bercerita tentang keluhan-keluhan kami selama ini. Aku pun bercerita panjang mulai dari perkawinanku sampai sedetil-detilnya, bahkan aku bercerita tentang hubungan bercinta antara aku dan suamiku. Kadang kami tertawa, kadang kami serius saling mendengarkan dan bercerita. Hingga pembicaraan serius mulai kucurahkan pada sahabatku ini, bahwa aku ingin bekerja di perusahan bapaknya yang direktur.

“Gampang itu..!” kata Yanti. “Aku tinggal menghubungi Papa nanti di Jakarta. Kamu pasti langsung diberi pekerjaan. Papaku kan tahu kalau kamu adalah satu-satunya sahabatku di dunia ini..” lanjutnya sambil tertawa lepas.
Tentu saja aku senang dengan apa yang dibicarakan oleh Yanti, dan kami pun meneruskan obrolan kami selain obrolan yang serius barusan.

Tanpa terasa, di luar sudah gelap. Aku pun minta ijin ke Yanti untuk mandi. Tapi Yanti malah mengajakku mandi bersama. Dan aku tidak menolaknya. Karena aku berpikir toh sama-sama wanita.Sungguh di luar dugaan, di kamar mandi ketika kami sama-sama telanjang bulat, Yanti memberikan sesuatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan.

Sebelum air yang hangat itu membanjiri tubuh kami, Yanti memelukku sambil tidak henti-hentinya memuji keindahan tubuhku. Semula aku risih, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan yang lain yang telah menjalar di sekujur tubuh. Sentuhan-sentuhan tangannya ke sekujur tubuhku membuatku nikmat dan tidak kuasa aku menolaknya. Apalagi ketika Yanti menyentuh bagian tubuhku yang sensitif.

Kelembutan tubuh Yanti yang memelukku membuatku merinding begitu rupa. Buah dadaku dan buah dadanya saling beradu. Sementara bulu-bulu lebat yang berada di bawah perut Yanti terasa halus menyentuh daerah bawah perutku yang juga ditumbuhi bulu-bulu. Namun bulu-bulu kemaluanku tidak selebat miliknya, sehingga terasa sekali kelembutan itu ketika Yanti menggoyangkan pinggulnya.

Karena suasana yang demikian, aku pun menikmati segala apa yang dia lakukan. Kami benar-benar melupakan bahwa kami sama-sama perempuan. Perasaan itu hilang akibat kenikmatan yang terus mengaliri tubuh. Dan pada akhirnya kami saling berpandangan, saling tersenyum, dan mulut kami pun saling berciuman.

Kedua tanganku yang semuala tidak bergerak kini mulai melingkar di tubuhnya. Tanganku menelusuri punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bagian buah pantatnya. Buah pantat yang kencang itu secara refleks kuremas-remas. Tangan Yanti pun demikian, dengan lembut dia pun meremas-remas pantatku, membuatku semakin naik dan terbawa arus suasana. Semakin aku mencium bibirnya dengan bernafsu, dibalasnya ciumanku itu dengan bernafsu pula.

Hingga suatu saat ketika Yanti melepas ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke bawah, bibirnya kini menemukan buah dadaku yang mengeras. Tanpa berkata-kata sambil sejenak melirik padaku, Yanti menciumi dua bukit payudaraku secar bergantian. Napasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil ketika bibir itu menghisap puting susuku. Dan sungguh aku menikmati semuanya, karena baru pertama kali ini aku diciumi oleh seorang wanita.

“Akh.., Yaantiii.., oh..!” jerit kecilku sedikit menggema.
“Kenapa Rid.., enak ya..!” katanya di sela-sela menghisap putingku.
“Iya.., oh.., enaaks… teruus..!” kataku sambil menekan kepalanya.
Diberi semangat begitu, Yanti semakin gencar menghisap-hisap putingku, namun tetap lembut dan mesra. Tangan kirinya menahan tubuhku di punggung.

Sementara tangan kanannya turun ke bawah menuju kemaluanku. Aku teringat akan suamiku yang sering melakukan hal serupa, namun perbedaannya terasa sekali, Yanti sangat lembut memanjakan tubuhku ini, mungkin karena dia juga wanita.

Setelah tangan itu berada di kemaluanku, dengan lembut sekali dia membelainya. Jarinya sesekali menggesek kelentitku yang masih tersembunyi, maka aku segera membuka pahaku sedikit agar kelentitku yang terasa mengeras itu leluasa keluar.

Ketika jari itu menyentuh kelentitku yang mengeras, semakin asyik Yanti memainkan kelentitku itu, sehingga aku semakin tidak dapat mengendalikan tubuhku. Aku menggelinjang hebat ketika rasa geli campur nikmat menjamah tubuhku. Pori-poriku sudah mengeluarkan keringat dingin, di dalam liang vaginaku sudah terasa ada cairan hangat yang mengalir perlahan, pertanda rangsangan yang sungguh membuatku menjadi nikmat.

Ketika tanganku menekan bagian atas kepalanya, bibir Yanti yang menghisap kedua putingku secara bergantian segera berhenti. Ada keinginan pada diriku dan Yanti mengerti akan keinginanku itu. Namun sebelumnya, kembali dia pada posisi wajahnya di depan wajahku. Tersungging senyuman yang manis.

“Ingin yang lebih ya..?” kata Santi.
Sambil tersenyum aku mengangguk pelan. Tubuhku diangkatnya dan aku duduk di ujung bak mandi yang terbuat dari porselen. Setelah aku memposisikan sedemikian rupa, tangan Yanti dengan cekatan membuka kedua pahaku lebar-lebar, maka vaginaku kini terkuak bebas. Dengan posisi berlutut, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku menunggu perlakuannya dengan jantung yang berdebar kencang.

Napasku turun naik, dadaku terasa panas, begitu pula vaginaku yang terlihat pada cermin yang terletak di depanku sudah mengkilat akibat basah, terasa hangat. Namun rasa hangat itu disejukkan oleh angin yang keluar dari kedua lubang hidung Yanti. Tangan Yanti kembali membelai vaginaku, menguakkan belahannya untuk menyentuh kelentitku yang semakin menegang.

Agak lama Yanti membelai-belai kemaluanku itu yang sekaligus mempermainkan kelentitku. Sementara mulutnya menciumi pusar dan sekitarnya. Tentu saja aku menjadi kegelian dan sedikit tertawa. Namun Yanti terus saja melakukan itu.
Hingga pada suatu saat, “Eiist… aakh… aawh… Yanthhii… akh… mmhh… ssh..!” begitu suara yang keluar dari mulutku tanpa disadari, ketika mulutnya semakin turun dan mencium vaginaku.
Kedua tangan Yanti memegangi pinggul dan pantatku menahan gerakanku yang menggelinjang nikmat.

Kini ujung lidahnya yang menyentuh kelentitku. Betapa pintar dia mempermainkan ujung lidah itu pada daging kecilku, sampai aku kembali tidak sadar berteriak ketika cairan di dalam vaginaku mengalir keluar.
“Oohh… Yantii… ennaakss… sekaalii..!” begitu teriakku.

Aku mulai menggoyangkan pinggulku, memancing nikmat yang lebih. Yanti masih pada posisinya, hanya sekarang yang dijilati bukan hanya kelentitku tapi lubang vaginaku yang panas itu. Tubuhku bergetar begitu hebat. Gerakan tubuhku mulai tidak karuan. Hingga beberapa menit kemudian, ketika terasa orgasmeku mulai memuncak, tanganku memegang bagian belakang kepalanya dan mendorongnya. Karuan saja wajah Yanti semakin terpendam di selangkanganku.

“Hissapp… Yantiii..! Ooh.., aku.. akuu.. mau.. keluaar..!” jeritku.
Yanti berhenti menjilat kelentitku, kini dia mencium dan menghisap kuat lubang kemaluanku.
Maka.., “Yaantii.., aku.. keluaar..! Oh.., aku.. keluar.. nikmaathhs.. ssh..!” bersamaan dengan teriakku itu, maka aku pun mencapai orgasme.
Tubuhku seakan melayang entah kemana. Wajahku menengadah dengan mata terpejam merasakan berjuta-juta nikmat yang sekian detik menjamah tubuh, hingga akhirnya aku melemas dan kembali pada posisi duduk. Maka Yanti pun melepas hisapannya pada vaginaku.

Dia berdiri, mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku, dan kembali dia mencium bibirku yang terbuka. Napasku yang tersengal-sengal disumbat oleh mulut Yanti yang menciumku. Kubalas ciuman mesranya itu setelah tubuhku mulai tenang.

“Terimakasih Yanti.., enak sekali barusan..!” kataku sambil tersenyum.
Yanti pun membalas senyumanku. Dia membantuku turun dari atas bak mandi itu.
“Kamu mau nggak dikeluarin..?” kataku lagi.
“Nanti sajalah.., lagian udah gatel nih badanku. Sekarang mending kita mandi..!” jawabnya sambil menyalakan shower.

Akhirnya kusetujui usul itu, sebab badanku masih lemas akibat nikmat tadi. Dan rupanya Yanti tahu kalau aku kurang bertenaga, maka aku pun dimandikannya, disabuni, diperlakukan layaknya seorang anak kecil. Aku hanya tertawa kecil. Iseng-iseng kami pun saling menyentuh bagian tubuh kami masing-masing. Begitupula sebaliknya, ketika giliran Yanti yang mandi, aku lah yang menyabuni tubuhnya.

Setelah selesai mandi, kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, pundak kami hanya memakai handuk yang menutup tubuh kami dari dada sampai pangkal paha, dan sama sekali tidak mengenakan dalaman. Aku berjalan menuju kamarku sedang Yanti menuju kamarnya sendiri. Di dalam kamar aku tidak langsung mengenakan baju. Aku masih membayangkan kejadian barusan. Seolah-olah rasa nikmat tadi masih mengikutiku.

Di depan cermin, kubuka kain handuk yang menutupi tubuhku. Handuk itu jatuh terjuntai ke lantai, dan aku mulai memperhatikan tubuh telanjangku sendiri. Ada kebanggaan dalam hatiku. Setelah tadi melihat tubuh telanjang Yanti yang indah, ternyata tubuhku lebih indah. Yanti memang seksi, hanya dia terlalu ramping sehingga sepintas tubuhnya itu terlihat kurus. Sedangkan tubuhku agak montok namun tidak terkesan gemuk.

Entah keturunan atau tidak, memang demikianlah keadaan tubuhku. Kedua payudaraku berukuran 34B dengan puting yang mencuat ke atas, padahal aku pernah menyusui anakku. Sedangkan payudara Yanti berukuran 32 tapi juga dengan puting yang mencuat ke atas juga.

Kuputar tubuhku setengah putaran. Kuperhatikan belahan pantatku. Bukit pantatku masih kencang, namun sudah agak turun, karena aku pernah melahirkan. Berbeda dengan pantat milik Yanti yang masih seperti pantat gadis perawan, seperti pantat bebek.

Kalau kuperhatikan dari pinggir tubuhku, nampak perutku yang ramping. Vaginaku nampak menonjol keluar. Bulu-bulu kemaluanku tidak lebat, walaupun pernah kucukur pada saat aku melahirkan. Padahal kedua tangan dan kedua kakiku tumbuh bulu-bulu tipis, tapi pertumbuhan bulu kemaluanku rupanya sudah maksimal. Lain halnya dengan Yanti, walaupun perutnya lebih ramping dibanding aku, namun kemaluannya tidak menonjol alias rata. Dan daerah itu ditumbuhi bulu-bulu yang lebat namun tertata rapi.

Setelah puas memperhatikan tubuhku sendiri (sambil membandingkan dengan tubuh Yanti), aku pun membuka tasku dan mengambil celana dalam dan Bra-ku. Kemudian kukenakan kedua pakaian rahasiaku itu setelah sekujur tubuhku kulumuri bedak. Namun aku agak sedikit kaget dengan teriakan Yanti dari kamarnya yang tidak begitu jauh dari kamar ini.

“Rida..! Ini baju tidurmu..!” begitu teriaknya.
Maka aku pun mengambil handuk yang berada di lantai. Sambil berjalan kukenakan handuk itu menutupi tubuhku seperti tadi, lalu keluar menuju kamarnya yang hanya beberapa langkah. Pintu kamarnya ternyata tidak dikunci. Karena mungkin Yanti tahu kedatanganku, maka dia mempersilakan aku masuk.

“Masuk sini Rid..!” kataya dari dalam kamar.
Kudorong daun pintu kamarnya. Aku melihat di dalam kamar itu tubuh Yanti yang telanjang merebah di atas kasur. Tersungging senyuman di bibirnya. Karena aku sudah melangkah masuk, maka kuhampiri tubuh telanjang itu.

“Kamu belum pake baju, Yan..?” kataku sambil duduk di tepi ranjang.
“Akh.., gampang… tinggal pake itu, tuh..!” kata Yanti sambil tangannya menunjuk tumpukan gaun tidur yang berada di ujung ranjang.
Lalu dia berkata lagi, “Kamu sudah pake daleman, ya..?”
Aku mengangguk, “Iya..!”
Kuperhatikan dadanya turun naik. Napasnya terdengar memburu. Apakah dia sedang bernafsu sekarang.., entahlah.
Lalu tangan Yanti mencoba meraihku. Sejenak dia membelai tubuhku yang terbungkus handuk itu sambil berkata, “Kamu mengairahkan sekali memakai ini..!”
“Akh.., masa sih..!” kataku sambil tersenyum dan sedikit menggeser tubuhku lebih mendekat ke tubuh Yanti.

“Benar.., kalo nggak percaya.., emm.. kalo nggak percaya..!” kata Yanti sedikit menahan kata-katanya.
“Kalo nggak percaya apa..?” tanyaku.
“Kalo nggak percaya..!” sejenak matanya melirik ke arah belakangku.
“Kalo nggak percaya tanya saja sama orang di belakangmu… hi.. hi..!” katanya lagi.

Segera aku memalingkan wajahku ke arah belakangku. Dan.., (hampir saja aku teriak kalau mulutku tidak buru-buru kututup oleh tanganku), dengan jelas sekali di belakangku berdiri tubuh lelaki dengan hanya mengenakan celana dalam berwarna putih yang tidak lain adalah Mas Sandi suami Yanti itu. Dengan refleks karena kaget aku langsung berdiri dan bermaksud lari dari ruangan ini. Namun tangan Yanti lebih cepat menangkap tanganku lalu menarikku sehingga aku pun terjatuh dengan posisi duduk lagi di ranjang yang empuk itu.

“Mau kemana.. Rida.., udah di sini temani aku..!” kata Yanti setengah berbisik.
Aku tidak sempat berkata-kata ketika Mas Sandi mulai bergerak berjalan menuju aku. Dadaku mulai berdebar-debar. Ada perasaan malu di dalam hatiku.
“Halo.., Rida. Lama tidak bertemu ya…” suara Mas Sandi menggema di ruangan itu.
Tangannya mendarat di pundakku, dan lama bertengger di situ.

Aku yang gelagapan tentu saja semakin gelagapan. Namun ketika tangan Yanti dilepaskan dari cengkramannya, pada saat itu tidak ada keinginanku untuk menghindar. Tubuhku terasa kaku, sama sekali aku tidak dapat bergerak. Lidahku pun terasa kelu, namun beberapa saat aku memaksa bibirku berkata-kata.
“Apa-apaan ini..?” tanyaku parau sambil melihat ke arah Yanti.
Sementara tangan yang tadi bertengger di bahuku mulai bergerak membelai-belai. Serr.., tubuhku mulai merinding. Terasa bulu-bulu halus di tangan dan kaki berdiri tegak.

Rupanya Sentuhan tangan Mas Sandi mampu membangkitkan birahiku kembali. Apalagi ketika terasa di bahuku yang sebelah kiri juga didarati oleh tangan Mas Sandi yang satunya lagi. Perasaan malu yang tadi segera sirna. Tubuhku semakin merinding. Mataku tanpa sadar terpejam menikmati dalam-dalam sentuhan tangan Mas Sandi di bahuku itu.

Pijatan-pijatan kecil di bahuku terasa nyaman dan enak sekali. Aku begitu menikmati apa yang terasa. Hingga beberapa saat kemudian tubuhku melemas. Kepalaku mulai tertahan oleh perut Mas Sandi yang masih berada di belakangku. Sejenak aku membuka mataku, nampak Yanti membelai vaginanya sendiri dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meremas pelan kedua payudaranya secara bergantian. Tersungging senyuman di bibirnya.

“Nikmati Rida..! Nikmati apa yang kamu sekarang rasakan..!” suara Yanti masih sedikit membisik.
Aku masih terbuai oleh sentuhan kedua tangan Mas Sandi yang mulai mendarat di daerah atas payudarara yang tidak tertutup. Mataku masih terpejam.
“Ini.. kan yang kamu inginkan. Kupinjamkan suamiku..!” kata Yanti lagi.
Mataku terbuka dan kembali memperhatikan Yanti yang masih dengan posisinya.
“Ayo Mas..! Nikmati Rida yang pernah kamu taksir dulu..!” kata Yanti lagi.
“Tentu saja Sayang.., asal.. kamu ijinkan..!” kata suara berat Mas Sandi.

Tubuhnya dibungkukkan. Kemudian wajahnya ditempelkan di bagian atas kepalaku. Terasa bibirnya mencium mesra daerah itu. Kembali aku memejamkan mata. Bulu-buluku semakin keras berdiri. Sentuhan lembut tangan Mas Sandi benar-benar nikmat. Sangat pintar sekali sentuhan itu memancing gairahku untuk bangkit. Apalagi ketika tangan Mas Sandi sebelah kanan berusaha membuka kain handuk yang masih menutupi tubuhku itu.

“Oh.., Mas.., Maas… jangaan… Mas..!” aku hanya dapat berkata begitu tanpa kuasa menahan tindakan Mas Sandi yang telah berhasil membuka handuk dan membuangnya jauh-jauh.
Tinggallah tubuh setengah bugilku. Kini gairahku sudah memuncak dan aku mulai lupa dengan keadaanku. Aku sudah terbius suasana.

Mas Sandi mulai berlutut, namun masih pada posisi di belakangku. Kembali dia membelai seluruh tubuhku. Dari punggungku, lalu ke perut, naik ke atas, leherku pun kena giliran disentuhnya, dan aku mendesah nikmat ketika leherku mulai dicium mesra oleh Mas Sandi. Sementara desahan-desahan kecil terdengar dari mulut Yanti.

Aku melirik sejenak ke arah Yanti, rupanya dia sedang masturbasi. Lalu aku memejamkan mata lagi, kepalaku kutengadahkan memberikan ruangan pada leherku untuk diciumi Mas Sandi. Persaanku sudah tidak malu-malu lagi, aku sudah kepalang basah. Aku lupa bahwa aku telah bersuami, dan aku benar-benar akan merasakan apa yang akan kurasakan nanti, dengan lelaki yang bukan suamiku.

“Buka ya.. BH-nya, Rida..!” kata Mas Sandi sambil melepas kancing tali BH-ku dari punggung.
Beberapa detik BH itu terlepas, maka terasa bebas kedua payudaraku yang sejak tadi tertekan karena mengeras. Suara Yanti semakin keras, rupanya dia mencapai orgasmenya. Kembali aku melirik Yanti yang membenamkan jari manis dan jari telunjuknya ke dalam vaginanya sendiri. Nampak dia mengejang dengan mengangkat pinggulnya.

“Akh.., nikmaats… ooh… nikmaatts.. sekalii..!” begitu kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dan tidak lama kemudian dia terkulai lemas di ranjang itu. Sementara Mas Sandi sibuk dengan kegiatannya.

Kini kedua payudaraku sudah diremasi dengan mesra oleh kedua telapak tangannya dari belakang. Sambil terus bibirnya menjilati inci demi inci kulit leherku seluruhnya. Sedang enak-enaknya aku, tiba-tiba ada yang menarik celana dalamku. Aku membuka mataku, rupanya Yanti berusaha untuk melepas celana dalamku itu. Maka kuangkat pantatku sejenak memudahkan celana dalamku dilepas oleh Yanti. Maka setelah lepas, celana dalam itu juga dibuang jauh-jauh oleh Yanti.

Aku menggeser posisi dudukku menuju ke bagian tengah ranjang itu. Mas Sandi mengikuti gerakanku masih dari belakang, sekarang dia tidak berlutut, namun duduk tepat di belakang tubuhku. Kedua kakinya diselonjorkan, maka pantatku kini berada di antara selangkangan milik Mas Sandi. Terasa oleh pantatku ada tonjolan keras di selangkangan. Rupanya penis Mas Sandi sudah tegang maksimal.

Lalu Yanti membuka lebar-lebar pahaku, sehingga kakiku berada di atas paha Mas Sandi. Lalu dengan posisi tidur telungkup, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dan apa yang terjadi…
“Awwh… ooh… eeisth.. aakh..!” aku menjerit nikmat ketika kembali kurasakan lidahnya menyapu-nyapu belahan vaginaku, terasa kelentitku semakin menegang, dan aku tidak dapat mengendalikan diri akibat nikmat, geli, enak, dan lain sebagainya menyatu di tubuhku.

Kembali kepalaku menengadah sambil mulutku terbuka. Maka Mas Sandi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia tahu maksudku. Dari belakang, bibirnya langsung melumat bibirku yang terbuka itu dengan nafsunya. Maka kubalas ciuman itu dengan nafsu pula. Dia menyedot, aku menyedot pula. Terjadilah pertukaran air liur Mas Sandi dengan air liurku. Terciuma aroma rokok pada mulutnya, namun aroma itu tidak mengganggu kenikmatan ini.

Kedua tangan Mas Sandi semakin keras meremas kedua payudaraku, namun menimbulkan nikmat yang teramat, sementara di bawah Yanti semakin mengasyikkan. Dia terus menjilat dan mencium vaginaku yang telah banjir. Banjir oleh cairan pelicin vaginaku dan air liur Yanti.
“Mmmhh… akh… mmhh..!” bibirku masih dilumati oleh bibir Mas Sandi.

Tubuhku semakin panas dan mulai memberikan tanda-tanda bahwa aku akan mencapai puncak kenikmatan yang kutuju. Pada akhirnya, ketika remasan pada payudaraku itu semakin keras, dan Yanti menjilat, mencium dan menghisap vaginaku semakin liar, tubuhku menegang kaku, keringat dingin bercucuran dan mereka tahu bahwa aku sedang menikmati orgasmeku. Aku mengangkat pinggulku, otomatis ciuman Yanti terlepas. Semakin orgasmeku terasa ketika jari telujuk dan jari manis Yanti dimasukkan ke liang vaginaku, kemudian dicabutnya setengah, lalu dimasukkan lagi.

Perlakuan Yanti itu berulang-ulang, yaitu mengeluar-masukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku. Tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata betapa nikmat dan enak pada saat itu.
“Aakh… aawhh… nikmaatss… terus.. Yantii.. oooh… yang cepaat.. akh..!” teriakku.
Tubuh Mas Sandi menahan tubuhku yang mengejang itu. Jarinya memilin-milin puting susuku. Bibirnya mengulum telingaku sambil membisikkan sesuatu yang membuatku semakin melayang. Bisikan-bisikan yang memujiku itu tidak pernah kudengar dari Mas Hadi, suamiku.

“Ayo cantik..! Nikmatilah orgasmemu.., jangan kamu tahan, keluarkan semuanya Sayang..! Nikmatilah.., nikmatilah..! Oh.., kamu cantik sekali jika orgasme..!” begitu bisikan yang keluar dari mulut Mas Sandi sambil terus mengulum telingaku.
“Aakh.. Maass, aduh.. Yanti.., nikmaats… oh… enaaks.. sekali..!” teriakku.
Akhirnya tubuh kejangku mulai mengendur, diikuti dengan turunnya kenikmatan orgasmeku itu.

Perlahan sekali tubuhku turun dan akhirnya terkulai lemas di pangkuan Mas Sandi. Lalu tubuh Yanti mendekapku.
Dia berbisik padaku, “Ini.. belum seberapanya Sayaang.., nanti akan kamu rasakan punya suamiku..!” sambil berkata demikian dia mencium keningku.
Mas Sandi beranjak dari duduknya dan berjalan entah ke arah mana, karena pada saat itu mataku masih terpenjam seakan enggan terbuka.

Entah berapa lama aku terlelap. Ketika kusadar, kubuka mataku perlahan dan mencari-cari Yanti dan Mas Sandi sejenak. Mereka tidak ada di kamar ini, dan rupanya mereka membiarkanku tertidur sendiri. Aku menengok jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Segera aku bangkit dari posisi tidurku, lalu berjalan menuju pintu kamar. Telingaku mendengar alunan suara musik klasik yang berasal dari ruangan tamu. Dan ketika kubuka pintu kamar itu yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu, mataku menemukan suatu adegan dimana Yanti dan suaminya sedang melakukan persetubuhan.

Yanti dengan posisi menelentang di sofa sedang ditindih oleh Mas Sandi dari atas. Terlihat tubuh Mas Sandi sedang naik turun. Segera mataku kutujukan pada selangkangan mereka. Jelas terlihat penis Mas Sandi yang berkilat sedang keluar masuk di vagina Yanti. Terdengar pula erangan-erangan yang keluar dari mulut Yanti yang sedang menikmati hujaman penis itu di vaginanya, membuat tubuhku perlahan memanas. Segera saja kuhampiri mereka dan duduk tepat di depan tubuh mereka.

Di sela-sela kenikmatan, Yanti menatapku dan tersenyum. Rupanya Mas Sandi memperhatikan istrinya dan sejenak dia menghentikan gerakannya dan menengok ke belakang, ke arahku.
“Akh… Mas.., jangan berhentiii doong..! Oh..!” kata Yanti.
Dan Mas Sandi kembali berkonsentrasi lagi dengan kegiatannya. Kembali terdengar desahan-desahan nikmat Yanti yang membahana ke seluruh ruangan tamu itu. Aku kembali gelagapan, kembali resah dan tubuhku semakin panas. Dengan refleks tanganku membelai vaginaku sendiri.

“Oh.. Ridhaa.., nikmat sekaallii.. loh..! Akuu… ooh… mmh..!” kata Yanti kepadaku.
Aku melihat wajah nikmat Yanti yang begitu cantik. Kepalannya kadang mendongak ke atas, matanya terpejam-pejam. Sesekali dia gigit bibir bawahnya. Kedua tangannya melingkar pada pantat suaminya, dan menarik-narik pantat itu dengan keras sekali. Aku melihat penis Mas Sandi yang besar itu semakin amblas di vagina Yanti. Samakin mengkilat saja penis itu.

“Oh Mas.., aku hampiir sampaaii..! Teruus… Mas… terus..! Lebih keras lagiih.., oooh… akh..!” kata Yanti.
Yanti mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya, Mas Sandi terus dengan gerakannya menaik-turunkan tubuhnya dalam kondisi push-up.
“Maass.., akuuu… keluaar..! Aakh… mhh… nikmaats.., mmh..!” kata Yanti lagi dengan tubuh yang mengejang.
Rupanya Yanti mencapai orgasmenya. Tangannya yang tadi melingkar di pantat suaminya, kini berpindah melingkar di punggung.

Mas Sandi berhenti bergerak dan membiarkan penis itu menancap dalam di lubang kemaluan Yanti.
“Owhh… banyak sekali Sayang.. keluarnya. Hangat sekali memekmu..!” kata Mas Sandi sambil menciumi wajah istrinya.

Dapat kubayangkan perasaan Yanti pada saat itu. Betapa nikmatnya dia. Dan aku pun belingsatan dengan merubah-rubah posisi dudukku di depan mereka. Beberapa saat kemudian, Yanti mulai melemas dari kejangnya dan merubah posisinya. Segera dia turun dari sofa ketika Mas Sandi mencabut penis dari lubang kenikmatan itu. Aku melihat dengan jelas betapa besar dan panjang penis Mas Sandi. Dan ini baru pertama kali aku melihatnya, karena waktu tadi di dalam kamar, Mas Sandi masih menutupi penisnya dengan celana dalam.

Dengan segera Yanti menungging. Lalu segera pula Mas Sandi berlutut di depan pantat itu.
“Giliranmu… Mas..! Ayoo..!” kata Yanti.
Tangan Mas Sandi menggenggam penis itu dan mengarahkan langsung ke lubang vagina Yanti. Segera dia menekan pantatnya dan melesaklah penis itu ke dalam vagina istrinya, diikuti dengan lenguhan Yanti yang sedikit tertahan.
“Owwh… Maas… aakh..!”
“Aduuh… Yantii.., jepit Sayangh..!” kata Mas Sandi.

Lalu kaki Yanti dirapatkan sedemikian rupa. Dan segera pantat Mas Sandi mulai mundur dan maju.Ufh.., pemandangan yang begitu indah yang kulihat sekarang. Baru kali ini aku menyaksikan sepasang manusia bersetubuh tepat di depanku secara langsung. Semakin mereka mempercepat tempo gerakannya, semakin aku terangsang begitu rupa. Tanganku yang tadi hanya membelai-belai vaginaku, kini mulai menyentuh kelentitku.

Kenikmatan mulai mengaliri tubuhku dan semakin aku tidak tahan, sehingga aku memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri. Aku sendiri sangat menikmati masturbasiku tanpa lepas pandanganku pada mereka. Belum lagi telingaku jelas mendengar desahan dan rintihan Yanti, aku dapat membayangkan apa yang dirasakan Yanti dan aku sangat ingin sekali merasakannya, merasakan vaginaku pun dimasukkan oleh penis Mas Sandi.

Beberapa saat kemudian Mas Sandi mulai melenguh keras. Kuhentikan kegiatanku dan terus memperhatikan mereka.
“Aakhh… Yantii… nikmaats… aakh… aku keluaar..!” teriak Mas Sandi membahana.
“Oh… Maas… akuu… juggaa… akh..!”
Kedua tubuh itu bersamaan mengejang. Mereka mencapai orgasmenya secara bersama-sama.

Penis Mas Sandi masih menancap di vagina Yanti sampai akhirnya mereka melemas, dan dari belakang tubuh Yanti, Mas Sandi memeluknya sambil meremas kedua payudara Yanti. Mas Sandi memasukkan semua spermanya ke dalam vagina Yanti.

Lama sekali aku melihat mereka tidak bergerak. Rupanya mereka sangat kelelahan. Di sofa itu mereka tertidur bertumpukan. Tubuh Yanti berada di bawah tubuh Mas Sandi yang menindihnya. Mata mereka terpejam seolah tidak menghiraukan aku yang duduk terpaku di depannya. Hingga aku pun mulai bangkit dari dudukku dan beranjak pergi menuju kamarku. Sesampai di kamar aku baru sadar kalau aku masih telanjang bulat. Maka aku pun balik lagi menuju kamar Yanti di mana celana dalam dan BH yang akan kupakai berada di sana.

Selagi aku berjalan melewati ruang tamu itu, aku melihat mereka masih terkulai di sofa itu. Tanpa menghiraukan mereka, aku terus berjalan memasuki kamar Yanti dan memungut celana dalam dan BH yang ada di lantai. Setelah kukenakan semuanya, kembali aku berjalan menuju kamarku dan sempat sekali lagi aku menengok mereka di sofa itu pada saat aku melewati ruang tamu.

Sesampai di kamar, entah kenapa rasa lelah dan kantukku hilang. Aku menjadi semakin resah membayangkan kejadian yang baru kualami. Pertama ketika aku dimasturbasikan oleh suami istri itu. Dan yang kedua aku terus membayangkan kejadian di mana mereka melakukan persetubuhan yang hebat itu. Keinginanku untuk merasakan penis Mas Sandi sangat besar. Aku mengharapkan sekali Mas Sandi sekarang menghampiri dan menikmatiku. Namun itu mungkin tidak terjadi, karena aku melihat mereka sudah lelah sekali.

Entah sudah berapa kali mereka bersetubuh pada saat aku terlelap tadi. Aku semakin tidak dapat menahan gejolak birahiku sendiri hingga aku merebahkan diri di kasur empuk. Dengan posisi telungkup, aku mulai memejamkan mata dengan maksud agar aku terlelap. Namun semua itu sia-sia. Karena kembali kejadian-kejadian barusan terus membayangiku. Secara cepat aku teringat bahwa tadi ketika mereka bersetubuh, aku melakukan masturbasi sendiri dan itu tidak selesai. Maka tanganku segera kuselipkan di selangkanganku. Aku membelai kembali vaginaku yang terasa panas itu.

Dan ketika tanganku masuk ke dalam celanaku, aku mulai menyentuh klitorisku. Kembali aku nikmat. Aku tidak kuasa membendung perasaan itu, dan jariku mulai menemukan lubang kemaluanku yang berlendir itu. Dengan berusaha membayangkan Mas Sandi menyetubuhiku, kumasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu dalam-dalam. Kelembutan di dalam vaginaku dan gesekan di dinding-dindingnya membuatku mendesah kecil.

Sambil mengeluar-masukkan jari tengahku, aku membayangkan betapa besar dan panjangnya penis Mas Sandi. Beda sekali dengan penis Mas Hadi yang kumiliki. Kemaluan Mas Sandi panjang dan besarnya normal-normal saja. Sedangkan milik Mas Sandi, sudah panjang dan besar, dihiasi oleh urat-uratnya yang menonjol di lingkaran batang kemaluannya. Itu semua kulihat tadi dan kini terbayang di dalam benakku.

Beberapa menit kemudian, ketika ada sesuatu yang lain di dalam vaginaku, semakin kupercepat jari ini kukeluar-masukkan. Sambil terus membayangi Mas Sandi yang menyetubuhiku, dan aku sama sekali tidak membayangkan suamiku sendiri. Setiap bayangan suamiku muncul, cepat-cepat kubuang bayangan itu, hingga kembali Mas Sandi lah yang kubayangkan.

Tanpa sadar, ketika aku akan mencapai orgasme, aku membalikan badan dan aku memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang vaginaku. Dalam keadaan telentang aku mengangkangkan selebar mungkin pahaku. Kini dua jariku yang keluar masuk di lubang vaginaku. Maka kenikmatan itu berlanjut hebat sehingga tanpa sadar aku memanggil-manggil pelan nama Mas Sandi.

“Akh… sshh… Masss… Sandii… Okh… Mass.. Mas.. Sandi.. aakkh..!” itulah yang keluar dari mulutku.
Seer… aku merasa kedua jariku hangat sekali dan semakin licin. Aku mengangkat ke atas pinggulku sambil tidak melepas kedua jariku menancap di lubang vaginaku. Beberapa lama tubuhku merinding, mengejang, dan nikmat tidak terkira. Sampai pada akhirnya aku melemas dan pinggulku turun secara cepat ketika kenikmatan itu perlahan berkurang.

Aku mencabut jari jemariku dan cairan yang menempel di jari-jari itu segera kujilati. Asin campur gurih yang kurasakan di lidahku. Dengat mata yang terpejam-pejam kembali aku membayangkan penis Mas Sandi yang sedang kuciumi, kuhisap, dan kurasakan. Cairan yang asin dan gurih itu kubayangkan sperma Mas Sandi. Ohhh.., nikmatnya semua ini.

Dan setelah aku puas, barulah kuhentikan hayalan-hayalanku itu. Kutarik selimut yang ada di sampingku dan menutupi sekujur tubuhku yang mulai mendingin. Aku tersenyum sejenak mengingat hal yang barusan, gila… aku masturbasi dengan membayangkan suami orang lain.

Pagi harinya, ketika aku terjaga dari tidurku dan membuka mataku, aku melihat di balik jendela kamar sudah terang. Jam berapa sekarang, pikirku. Aku menengok jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku kaget dan bangkit dari posisi tidurku. Ufh.., lemas sekali badan ini rasanya. Kukenakan celana dalamku. Karena udara sedikit dingin, kubalut tubuhku dengan selimut dan mulai berdiri.

Ketika berdiri, sedikit kugerak-gerakan tubuhku dengan maksud agar rasa lemas itu segera hilang. Lalu dengan gontai aku berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu yang tidak terkunci.

Karena aku ingin pipis, segera aku berjalan menuju kamar mandi, sesampainya di kamar mandi segera kuturunkan celana dalamku dan berjongkok. Keluarlah air hangat urine-ku dari liang vagina. Sangat banyak sekali air kencingku, sampai-sampai aku pegal berjongkok. Beberapa saat kemudian, ketika air kencingku habis, segera kubersihkan vaginaku dan kembali aku mengenakan celana dalamku, lalu kembali pula aku melingkari kain selimut itu, karena hanya kain ini yang dapat kupakai untuk menahan rasa dingin, baju tidur yang akan dipinjamkan oleh Yanti masih berada di kamarnya.

Aku keluar dari kamar mandi itu, lalu berjalan menuju ruangan dapur yang berada tidak jauh dari kamar mandi itu, karena tenggorokanku terasa haus sekali. Di dapur itu aku mengambil segelas air dan meminumnya.

Setelah minum aku berjalan lagi menuju kamarku. Namun ketika sampai di pintu kamar, sejenak pandangan mataku menuju ke arah ruang tamu. Di sana terdapat Mas Sandi sedang duduk di sofa sambil menghisap sebatang rokok. Matanya memandangku tajam, namun bibirnya memperlihatkan senyumnya yang manis. Dengan berbalut kain selimut di tubuhku, aku menghampiri Mas Sandi yang memperhatikan aku. Lalu aku duduk di sofa yang terletak di depannya. Aku membalas tatapan Mas Sandi itu dengan menyunggingkan senyumanku.

“Yanti mana..?” tanyaku padanya membuka pembicaraan.
“Sedang ke warung sebentar, katanya sih mau beli makanan..!” jawabnya.
“Mas Sandi tidak kerja hari ini..?”
“Tidak akh.., malas sekali hari ini. Lagian khan aku tak mau kehilangan kesempatan..!” sambil berkata demikian dengan posisi berlutut dia menghampiriku.

Setelah tepat di depanku, segera tangannya melepas kain selimut yang membungkusi tubuhku. Lalu dengan cepat sekali dia mulai meraba-raba tubuhku dari ujung kaki sampai ujung pahaku. Diperlakukan demikian tentu saja aku geli. Segera bulu-bulu tubuhku berdiri.
“Akh… Mas..! Gellii..!” kataku.
Mas Sandi tidak menghiraukan kata-kataku itu.

Kini dia mulai mendaratkan bibirnya ke seluruh kulit kakiku dari bawah sampai ke atas. Perlakuannya itu berulang-ulang, sehingga menciptakan rasa geli campur nikmat yang membuatku terangsang. Lama sekali perlakuan itu dilakukan oleh Mas Sandi, dan aku pun semakin terangsang.
“Akh… Mas..! Oh.., mmh..!” aku memegang bagian belakang kepala Mas Sandi dan menariknya ketika mulut lelaki itu mencium vaginaku.
Semakin aku mengangkangkan pahaku, dengan mesranya lidah Mas Sandi mulai menjilat kemaluanku itu. Tubuhku mulai bergerak-gerak tidak beraturan, merasakan nikmat yang tiada tara di sekujur tubuhku.

Aku membuang kain selimut yang masih menempel di tubuhku ke lantai, sementara Mas Sandi masih dengan kegiatannya, yaitu menciumi dan menjilati vaginaku. Aku menengadah menahan nikmat, kedua kakiku naik di tumpangkan di kedua bahunya, namun tangan Mas Sandi menurunkannya dan berusaha membuka lebar-lebar kedua pahaku itu. Karuan saja selangkanganku semakin terkuak lebar dan belahan vaginaku semakin membelah.
“Akh.. Mas..! Shh.. nikmaats..! Terus Mass..!” rintihku.

Kedua tangan Mas Sandi ke atas untuk meremas payudaraku yang terasa sudah mengeras, remasan itu membuatku semakin nikmat saja, dan itu membuat tubuhku semakin menggelinjang. Segera aku menambah kenikmatanku dengan menguakkan belahan vaginaku, jariku menyentuh kelentitku sendiri. Oh.., betapa nikmat yang kurasakan, liang kemaluanku sedang disodok oleh ujung lidah Mas Sandi, kedua payudaraku diremas-remas, dan kelentitku kusentuh dan kupermainkan. Sehingga beberapa detik kemudian terasa tubuhku mengejang hebat disertai perasaan nikmat teramat sangat dikarenakan aku mulai mendekati orgasmeku.

“Oh… Mas..! Aku… aku… akh.., nikmaats… mhh..!” bersamaan dengan itu aku mencapai klimaksku.
Tubuhku melayang entah kemana, dan sungguh aku sangat menikmatinya. Apalagi ketika Mas Sandi menyedot keras lubang kemaluanku itu. Tahu bahwa aku sudah mencapai klimaks, Mas Sandi menghentikan kegiatannya dan segera memelukku, mecium bibirku.

“Kamu sungguh cantik, Ridha.., aku cinta padamu..!” sambil berkata demikian, dengan pinggulnya dia membuka kembali pahaku, dan terasa batang kemaluannya menyentuh dinding kemaluannku.
Segera tanganku menggenggam kemaluan itu dan mengarahkan langsung tepat ke liang vaginaku.
“Lakukan Mas..! Lakukan sekarang..! Berikan cintamu padaku sekarang..!” kataku sambil menerima setiap ciuman di bibirku.

Mas Sandi dengan perlahan memajukan pinggulnya, maka terasa di liang vaginaku ada yang melesak masuk ke dalamnya. Gesekan itu membuatku kembali menengadah, sehingga ciumanku terlepas. Betapa panjang dan besar kurasakan. Sampai aku merasakan ujung kemaluan itu menyentuh dinding rahimku.
“Suamimu sepanjang inikah..?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepala sambil terus menikmati melesaknya penis itu di liang vaginaku.

Beberapa saat kemudian sudah amblas semua seluruh batang kemaluan Mas Sandi. Aku pun sempat heran, kok bisa batang penis yang panjang dan besar itu masuk seluruhnya di vaginaku. Segera aku melipatkan kedua kakiku di belakang pantatnya. Sambil kembali mencium bibirku dengan mesra, Mas Sandi mendiamkan sejenak batang penisnya terbenam di vaginaku, hingga suatu saat dia mulai menarik mundur pantatku perlahan dan memajukannya lagi, menariknya lagi, memajukannya lagi, begitu seterusnya hingga tanpa disadari gerakan Mas Sandi mulai dipercepat. Karuan saja batang penis yang kudambakan itu keluar masuk di vaginaku. Vagina yang seharusnya hanya dapat dinikmati oleh suamiku, Mas Hadi.

Di alam kenikmatan, pikiranku menerawang. Aku seorang perempuan yang sudah bersuami tengah disetubuhi oleh orang lain, yang tidak punya hak sama sekali menikmati tubuhku, dan itu sangat di luar dugaanku. Seolah-olah aku sudah terjebak di antara sadar dan tidak sadar aku sangat menikmati perselingkuhan ini. Betapa aku sangat mengharapkan kepuasan bersetubuh dari lelaki yang bukan suamiku. Ini semua akibat Yanti yang memberi peluang seakan sahabatku itu tahu bahwa aku membutuhkan ini semua.

Beberapa menit berlalu, peluh kami sudah bercucuran. Sampailah aku pada puncak kenikmatan yang kudambakan. Orgasmeku mulai terasa dan sungguh aku sangat menikmatinya. Menikmati orgasmeku oleh laki-laki yang bukan suamiku, manikmati orgasme oleh suami sahabatku. Dan aku tidak menduga kalau rahimku pun menampung air sperma yang keluar dari penis lelaki selain suamiku.

Singkat kisahku, kini aku sudah bekerja di salah satu perusahaan milik bapaknya Yanti. Dengan demikian kehiduapanku selanjutnya mulai membaik. Ini semua berkat bantuan dari sahabatku Yanti. Namun sekarang tercipta problema baru yang mengganggu pikiranku. Penghianatanku terhadap Mas Hadi tidak berhenti sampai di sini.

Gairah seksku tidak dapat tertahankan. Aku dapat melayani suamiku hingga beberapa kali. Dan jika aku tidak merasa puas, kulampiaskan gejolakku itu dengan Mas Sandi, bahkan kalau Mas Sandi tidak ada, aku mencari kepuasan seksku dengan siapa saja yang mau. Dan untungnya hingga kini suamiku tidak mengetahuinya, tapi apa mungkin dia telah mengetahuinya..? Aku tidak perduli.

Cerita Dewasa Ngentot Dikentot Sama Bibi Sendiri

Aku dilahirkan di sebuah desa yang memiliki tradisi yang sangat unik terutama untuk urusan mendidik anak tentang sek. Desaku adalah sebuah desa yang agak terpencil. Untuk mencapai jalan aspal saja kami harus meretas semak belukar kurang lebih 30 kilometer dan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau dibelahan lain negeri tercinta ini ada tradisi menyuguhkan istri untuk tamunya (terutama orang terhormat — daerahnya cari sendiri ya ada sungguh) kalau di desaku hampir dapat dikatakan treesome tapi dalam batas hubungan keluarga. Begini ceritanya:

Ayahku adalah anak kedua dari tiga saudara yang semuanya laki-laki sedangkan aku anak tunggal dikeluargaku, meskipun aku tumbuh di desa tetapi sebagai anak tunggal aku tidak pernah kekurangan bahkan kalau hanya gizi keluargaku sangat berlebih. Sehingga aku tumbuh sebagai anak yang cukup”bongsor”. Walau umurku baru empat belas tahun tinggi badanku sudah lebih tinggi dari ayahku dan di desaku anak-anak seumurku rata-rata baru disunat mungkin karena jauh dari Puskesmas dan tenaga kesehatan.

Uwak (Pak de Jawa) mempunyai anak dua orang semua cewek dan pamanku mempunyai anak satu orang juga cewek. Ketika itu aku baru tamat SD dan seperti tradisi di desa kami aku akan di sunat, saat itu umur ayahku kira-kira 40 tahunan tentunya pamanku lebih muda lagi. Istri paman yang biasa aku panggil bibi Irah adalah wanita asal sedesa sebagaimana wanita desa yang kegiatannya sehari-hari kesawah bibi Irah ini mempunyai badan yang bagus singset dengan perut yang kencang dan badan yang benar-benar seksi meskipun kulitnya agak kecoklatan namun masih ayu di usianya yang masih 30 tahunan.

Sebagaimana biasa bila dalam satu keluarga ada yang mengadakan pesta maka semua kerabat kumpul membantu apalagi bila ada pesta. Waktu aku sunat maka keluarga Uwak dan paman semua kumpul dirumah kami dan setelah pesta usai baru satu persatu mereka pulang. Menurut tradisi desa kami jika ada anak laki-laki sunat maka yang mengurus segala kebutuhan dan merawat harus istri pamannya, maka akupun harus diurus istri pamanku. Karena rumah kami cuma berjarak kurang lebih 50 meteran maka untuk memudahkan tugas bibi Irah aku diboyong ke rumah paman.

Akupun tidak merasa canggung ketika bibi memandikan atau memberikan obat sulfanilamid ke luka bekas sunatku. Sampai suatu ketika pada hari ke tujuh aku sunat lukaku benar-benar sembuh dan kontolku sudah nampak gagah dengan topi baja yang mengkilat. Karena merasa sudah sehat aku bermaksud mandi sendiri dan kamar mandi kami cuma terbuat dari bambu yang dianyam namun untuk sumur dan bak mandi sudah di semen.

“Ndo, (aku biasa dipanggil LONDO alias Belanda karena aku tinggi dan rambuntuku kemerahan) kamu belum boleh mandi sendiri lho.”, tegur bibi ketika aku mengambil handuk dan peralatanku mandi pada sore hari ketujuh.

“Memang kenapa bik?”
“Ihh pemali belum selasai masa pengasuhan bibi nanti kita kena tulah”, jawab bibi.
“Jadi…bi”
“Ya kamu masih harus dimandiin bibi”, kemudian bergegas bibi menghampiriku serta mengajakku masuk bilik mandi.
Sebagai wanita desa bibi biasa hanya mengenakan kemben dari kain, dan sore itu seperti biasa bibi mengenakan kemben yang menutupi dadanya hingga lutut, kalau selama saya masih belum sembuh saya dimandikan sambil duduk di kursi kayu sekarang saya berdiri dan seperti biasa akupun tanpa canggung ketika harus telanjang didepan bibiku.

Pelahan bibi mulai menyiramkan air ke tubuhku yang telanjang dan dengan sendirinya badannya yang masih terbungkus kainpun ikut basah, dan seperti biasa bibi mulai menyabuni badanku sambil sesekali posisinya merapat bila menyabun bagian belakang badanku tanpa sengaja dadanya yang suda basah kadang menempel di badanku, ada perasaan yang berdesir ketika payudaranya yang tidak terlalu besar menempel di dadaku terasa masih kenyal hangat dan lembut, tanpa terasa burungku perlahan mulai tegang. Begitu bibi membungkuk untuk menyabuni badanku yang bawah ia langsung teriak.

“Ahhh… Kamu sudah dewasa Ndo..”, serunya sampil dia memegang burungku dan di usapnya pelan-pelan, aku menjadi kaget karena serasa seluruh tubuhku bergetar dan aku hanya bisa mendesis karena tidak tahan merasakan nikmatnya burungku ditangan bibiku.

Bibi lalu berjongkok dihadapanku denga posisi wajahnya pas di depan selangkanganku bahkan mulutnya persis didepan burungku. Tangan kirinya masih mengusap-usap dan dan tangan kanannya meremas-remas buah zakarku. Sambil komat-kamit entah apa yang dilakukan kemudian dia meniup burungku, kemudian mulutnya didekatkan kepenisku dan dia mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar dikepala burungku. Aku mendesis merasakan nikmat dan kegelian yang membuat batang penisku semakin tegang.

“Ohh… Biiiiiiik…”, desahku tertahan secara reflek tanganku memegang kepala bibiku yang berambut panjang hingga ikatannya terlepas maka tergerailah rambut bibiku yang panjang sampai ke pinggul, posisi duduknya yang jongkok membuat kemben bibi kendor dan melorot sehingga tersembulah payudaranya yang kencang mengkilap terkena air sabun dan tiba-tiba bibi mulai memasukkan kontolku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh kepala burungku yang membesar pada ujung topi bajanya. Burungku dikeluar masukan di mulut bibi sungguh nikmat yang baru pertama kali ini aku rasakan.

Aku dibuatnya seolah-olah terbang keawang-awang dan tanpa dapat kutahan kepala burungku serasa mau meledak secara reflek kudorong kepala bibiku menjauh tapi justru bibi memasukkan semua burungku kedalam mulutnya dan… Crot…crot…crot… bibi sari semakin cepat mengocok dan mengulum burungku. Dengan menjerit panjang, aku tumpahkan semua cairan dari burungku ke dalam mulut bibi.

“Ohh…, ke..na..pa ku ini aku ini bi…”, tanyaku pada bibi. Bibi tersenyum ke arahku dengan tanpa rasa jijik sedikitpun dia menjilati dan menelan sisa-sisa cairanku yang keluar. “Itu tandanya kamu sudah dewasa Ndo… yang kau keluarkan tadi namanya pejuh (sperma)”, jelas bibiku sambil berdiri disampingku sudah tanpa selembar kainpun.
“Kenapa bibi telan?”, tanyaku bengong.
“Itu syarat Ndo… Nanti malam bibi akan berikan yang lebih enak lagi”, tambahnya sambil memelukku demi dipeluk wanita telanjang dan dadanya yang kenyal hangat dan halus menempel dikulit dadaku burungku lansung bangkit lagi dan tepat menyentuh bawah perut bibiku.
“Waah anakku benar-benar sudah menjadi pria yang jantan”, kata bibiku sambil tangannya menggenggam burungku. Kemudian bibi menyelesaikan acara memandikan aku terus memandikan dirinya dan setelah itu aku disuruhnya memakai sarung sedang bibi keluar dari kamar mandi masih memakai kainnya yang basah. Didepan pintu kami ketemu paman, tapi paman hanya mengernyitkan alisnya.
“Sudah kok pak anak kita sudah menunjukan kedewasaannya”, kata bibi kepada paman.
“Oh ya… kalo begitu nanti malam bapak mulai keladang aja ya bun”, jawab paman.
“Tapi bapak harus ajari anak kita dulu baru berangkat.”
“Ya nanti bapak yang ajari ya Ndo”, kata paman padaku.
Aku sendiri cuma bengong tak tahu pembicaraan mereka tapi yang jelas burungku masih berdiri kencang dibawah kain sarungku.

Malam itu selepas jam 7malam habis makan kami berkumpul di balai-balai ruang tengah bibi hanya memakai kain sarung yang dililitkan di atas payudaranya sehingga separuh pahanya nampak putih dan bungkusan kain itu menambah tubuh bibi makin seksi dalam pandangan mataku, paman seperti biasa memakai kolor longgar tanpa pakai baju nampak otot-otot perutnya yang kekar dan memang pamanlah orang yang paling kekar di desaku, diusianya yang masih belum 40 tahun pamanku adalah laki-laki paling gagah, aku masih seperti habis mandi tadi masih bersarung karena belum berani pakai celana. Dinda anak paman sudah tidak ada lagi rupanya sejak siang ia sudah berada di rumahku dan menginap disana.

“Bun… mari kita mulai saja biar bapak nanti tidak kemalaman”, ujar paman.
“Ayo pak… bunda juga sudah siap kok”, kemudian bibi melepaskan kainnya sehingga telanjang bulat dan berbaring di balai-balai berbantalkan bantal kapuk randu. Melihat tubuh bibiku yang singset dengan perut yang rata, payudaranya yang indah mencuat ke atas serta selangkangan yang ditumbuhi bulu hitam lebat spontan burungku berontak naluriku mengatakan inilah kenikmatan yang akan aku dapatkan sebagaimana dijanjikan bibi siang tadi.

topik: Cerita sex tradisi, cerita dewasa waria, cerita dewasa paman, cerita sex sunat, cerita dewasa tradisi, cerita ngentot waria, cerita dewasa bibi, cerita dewasa sunat, cerita sunat dewasa, cerita seks sunat, Cerita paha putih, CERITA SEKS TRADISI, cewek cerita waria, aku dan bibiku, cerita dewasa ganti baju, meki bibi, cerita dewasa sekamar, cerita dewasa dimandiin, cerita mesum waria, cerita ngentot dengan waria, cerita panas sunat, cerita ngentot tradisi, CERITA DEWASA NGENTOT BIBI DI DESA, cerita tradisi sex, www cerita sex tradisi, pejuh paman, cerita sex disunat, cerita sex dimandiin tante, cerita sex dengan waria, cerita dewasa aku dan bibiku, cerita dewasa ngentot waria, cerita cewek ganti baju, www cerita sex bibi, cerita sex jadi waria, cerita sex bibi, cerita porno waria, cerita sex bibi desaku, Cerita dimandiin tante, Cerita dimandiin, cerita dewasa disunat.